KPK Dalami Penyelewengan Dana CSR BI

KPK Dalami Penyelewengan Dana CSR BI

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyelidikan atas dugaan penyimpangan dalam penyaluran dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). Fokus utama pengusutan mengarah pada keterlibatan sejumlah penyelenggara negara, termasuk anggota DPR RI yang diduga memberi rekomendasi kepada yayasan-yayasan penerima dana CSR tersebut.

Pada Kamis (19/06/2025), KPK memanggil empat orang saksi untuk memberikan keterangan, termasuk Deputi Gubernur Bank Indonesia, Fillianingsih Hendarta. Pemeriksaan dilangsungkan di Gedung Merah Putih, Jakarta, sebagai bagian dari penyidikan yang telah dibuka sejak Desember 2024 melalui surat perintah penyidikan (sprindik) umum.

“Hari ini KPK menjadwalkan pemanggilan para saksi untuk dugaan perkara terkait dengan penyaluran CSR di Bank Indonesia,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Selain Fillianingsih, hadir pula Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam, Ketua Panja Pengeluaran Rencana Kerja dan Anggaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dolfie Othniel Frederic Palit, dan seorang karyawan swasta bernama Sahruldin. Para saksi dimintai keterangan untuk memperjelas alur penyaluran dana serta indikasi penyalahgunaan dalam implementasi program CSR BI.

“Untuk hasilnya seperti apa nanti kami akan update. Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa beberapa saksi lainnya, sehingga dari keterangan-keterangan para saksi tersebut kita bisa membuat terang perkara ini,” tambah Budi.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa berdasarkan informasi dan data yang diperoleh, alokasi dana CSR BI ke yayasan-yayasan penerima yang disebut-sebut direkomendasikan oleh anggota DPR, tidak digunakan sesuai tujuan yang seharusnya.

“Kami dapat informasi, juga kami dapat dari data-data yang ada, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka, tapi tidak sesuai peruntukkannya,” kata Asep.

Lebih lanjut, KPK menduga bahwa dana tersebut sempat dialirkan ke beberapa rekening pribadi dan selanjutnya dikonversi menjadi aset pribadi, seperti kendaraan dan bangunan. Praktik semacam ini diduga kuat menjadi bagian dari modus pencucian uang.

“Dari situ nyebar tapi terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang representasi penyelenggara negara ini. Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan,” ungkap Asep.

Dengan penyelidikan yang terus berkembang, KPK menegaskan komitmennya dalam menindak setiap pelanggaran hukum, termasuk yang melibatkan lembaga keuangan negara dan parlemen. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional