JAKARTA – Rusia mengeluarkan peringatan keras kepada Amerika Serikat dan Israel, menyusul wacana pembunuhan terhadap Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Moskow menyatakan tak akan tinggal diam bila ancaman itu menjadi kenyataan.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam wawancaranya dengan Sky News pada Jumat (20/6), menegaskan bahwa Rusia akan merespons secara negatif apabila Khamenei terbunuh.
“Kami akan merespons dengan sangat buruk. Sangat buruk. Kami benar-benar tidak akan menyetujuinya,” kata Peskov dalam wawancara tersebut.
Pernyataan itu disampaikan menyusul eskalasi konflik antara Iran dan Israel yang memanas sejak serangan Israel pada 13 Juni lalu. Serangan tersebut memicu Iran melancarkan balasan melalui Operasi True Promise 3.
Wacana pembunuhan Khamenei pertama kali dilontarkan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Dalam wawancara dengan ABC News, Netanyahu menyebut perang dengan Iran hanya akan berakhir jika Khamenei dihabisi.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, turut menyuarakan pandangan serupa. Lewat unggahan di platform Truth Social pada Selasa (17/6), Trump mengklaim mengetahui lokasi Khamenei dan menyatakan mampu menghabisinya kapan saja. Namun, menurutnya, langkah itu belum diambil demi membuka ruang negosiasi dengan Teheran.
Trump bahkan mengultimatum Khamenei untuk menyerah tanpa syarat, ultimatum yang tidak diindahkan oleh pemimpin Iran tersebut.
Menanggapi kemungkinan pembunuhan terhadap Khamenei, Peskov memperingatkan akan adanya gelombang reaksi keras dari dalam Iran.
“Masyarakat Iran sangat terorganisasi dan terkonsolidasi. Jika Khamenei dibunuh, itu akan memicu gelombang ekstremisme baru,” tegasnya.
Ia juga memperingatkan Israel dan AS agar tidak terus memprovokasi dengan pernyataan semacam itu. “Mereka akan membuka kotak pandora,” katanya.
Konflik memuncak setelah serangan Israel ke Iran menewaskan ratusan orang, termasuk sejumlah pejabat militer dan ilmuwan nuklir. Fasilitas nuklir Natanz pun dilaporkan mengalami kerusakan, memicu kekhawatiran akan kebocoran radiasi.
Sejumlah negara mayoritas Muslim serta negara-negara sekutu Teheran yang memiliki senjata nuklir mengecam keras serangan tersebut.
Sebagai tanggapan, Rusia menyatakan kesiapan menjadi mediator antara Iran dan Israel. China turut menyerukan gencatan senjata dan menekankan penyelesaian sengketa nuklir Iran melalui jalur diplomatik, bukan militer.
Israel berdalih, serangan dilakukan sebagai bentuk pencegahan terhadap potensi ancaman nuklir dari Iran, yang dianggap mampu mengembangkan senjata pemusnah massal.[]
Putri Aulia Maharani