JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dijadwalkan akan meresmikan peletakan batu pertama pembangunan pabrik ekosistem baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang terintegrasi pada 29 Juni 2025. Informasi ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam forum Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 yang digelar oleh Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) di Jakarta, Selasa (24/6).
“Pembangunan ekosistem baterai mobil listrik yang terintegrasi ini merupakan langkah besar. Insya Allah, peletakan batu pertamanya akan dilakukan langsung oleh Bapak Presiden pada tanggal 29 Juni,” ujar Bahlil dalam sambutannya.
Pabrik tersebut akan dibangun di Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, dan merupakan hasil kerja sama investasi dengan perusahaan asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL). Investasi ini tidak hanya mencakup pabrik baterai semata, tetapi menyeluruh dari hulu hingga hilir.
“Dari sisi rantai pasok, proyek ini mencakup semua tahap produksi: mulai dari tambang, smelter, HPAL (high pressure acid leaching), prekursor, hingga produksi katoda. Ini merupakan proyek pertama di dunia yang memiliki skala dan integrasi sebesar ini,” ungkap Bahlil.
Adapun total nilai investasi yang dikucurkan untuk proyek tersebut mencapai sekitar 6 miliar dolar AS. Pemerintah meyakini, dengan seluruh proses produksi dilakukan di dalam negeri, biaya produksi baterai kendaraan listrik dapat ditekan secara signifikan. Hal ini dinilai akan meningkatkan daya saing Indonesia dalam peta industri kendaraan listrik global.
“Kalau semua prosesnya bisa kita lakukan di Indonesia, otomatis biaya produksinya akan lebih efisien. Ini penting karena kompetisi global menuntut efisiensi tinggi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa proyek pembangunan pabrik baterai ini merupakan bagian dari 18 proyek hilirisasi nasional dengan total nilai mencapai hampir 45 miliar dolar AS. Selain ekosistem baterai EV, proyek hilirisasi tersebut juga mencakup sektor nikel, bauksit, pengolahan dan pemurnian (refinery), penyimpanan (storage), gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter (DME), serta hilirisasi di sektor perikanan, kehutanan, dan pertanian.
Pemerintah berharap pengembangan industri berbasis hilirisasi ini dapat memperkuat kemandirian energi nasional serta menciptakan nilai tambah yang tinggi bagi sumber daya alam Indonesia, khususnya dalam mendukung transisi energi menuju era rendah karbon.[]
Putri Aulia Maharani