Iran Diam-Diam Persiapkan Pengganti Khamenei: Ini Dua Nama Utama

Iran Diam-Diam Persiapkan Pengganti Khamenei: Ini Dua Nama Utama

JAKARTA – Ketegangan geopolitik yang semakin memuncak antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat berdampak langsung pada dinamika internal politik Iran. Proses pemilihan pengganti Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei disebut-sebut tengah dipercepat secara diam-diam, menyusul kondisi keamanan regional yang makin genting.

Menurut laporan dari lima sumber yang mengetahui jalannya diskusi internal di Teheran, sebuah komite rahasia beranggotakan tiga ulama senior telah mengintensifkan pembahasan mengenai suksesi Khamenei. Komite ini dibentuk langsung oleh Khamenei dua tahun silam sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidakpastian masa depan kepemimpinan.

Khamenei, yang kini berusia 86 tahun, dikabarkan berada dalam pengawalan ketat pasukan elit Garda Revolusi, Vali-ye Amr. Ia terus mendapatkan laporan rutin tentang proses suksesi tersebut.

Dalam perbincangan internal, dua nama menonjol sebagai calon kuat pengganti: Mojtaba Khamenei, putra sang pemimpin tertinggi, dan Hassan Khomeini, cucu pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Mojtaba, 56 tahun, dikenal sebagai tokoh konservatif dengan pengaruh kuat di balik layar. Meski tidak pernah memegang jabatan resmi, ia diyakini berperan penting dalam mengatur akses ke ayahnya dan membentuk pandangan ideologis yang keras terhadap oposisi dan Barat.

Sementara itu, Hassan Khomeini, 53 tahun, dikenal lebih moderat dan memiliki kedekatan dengan faksi reformis. Ia dihormati karena garis keturunannya, meski sempat dilarang mencalonkan diri dalam pemilu Majelis Ahli pada 2016. Pernyataan publiknya baru-baru ini menyiratkan kesiapan untuk mengambil peran lebih besar dalam situasi krisis.

Pemilihan pemimpin tertinggi secara formal dilakukan oleh Majelis Ahli, namun realitas politik Iran menunjukkan bahwa tekanan dari faksi militer dan ulama garis keras sangat menentukan hasil akhirnya. Apalagi, kondisi keamanan semakin tidak menentu setelah serangkaian serangan terhadap fasilitas nuklir dan pembunuhan tokoh-tokoh penting, termasuk komandan Garda Revolusi dan pemimpin Hizbullah.

Meski Mojtaba dianggap sebagai simbol kesinambungan, sebagian elite menilai bahwa pengangkatan putra Khamenei dapat memicu sentimen negatif publik, terutama kekhawatiran akan kembalinya sistem dinasti yang telah ditumbangkan pada Revolusi 1979. Di sisi lain, Hassan Khomeini dianggap dapat menghadirkan wajah yang lebih diterima oleh masyarakat internasional sekaligus menjembatani konflik internal politik Iran.

Namun, siapa pun yang menggantikan Khamenei akan menghadapi tantangan besar. Dari krisis ekonomi dalam negeri, ketidakpuasan rakyat, hingga tekanan global, pemimpin baru Iran harus mampu menyatukan kekuatan negara yang terpecah dan menghadapi dunia yang semakin menekan dari berbagai sisi.[]

Putri Aulia Maharani

Internasional