JAKARTA — Kopi dikenal luas sebagai minuman yang memberikan efek stimulan dan meningkatkan kewaspadaan. Namun, sebagian orang juga mengalami efek samping setelah mengonsumsinya, yakni dorongan untuk segera buang air besar. Fenomena ini bukan sekadar kebetulan, melainkan berkaitan dengan respons biologis tubuh terhadap zat-zat yang terkandung dalam kopi.
Menurut dr. Christine Lee, spesialis gastroenterologi dari Cleveland Clinic, kopi memiliki kemampuan alami untuk merangsang aktivitas saluran cerna. Efek ini utamanya berasal dari kafein, yang berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem saraf pusat. Saat kafein masuk ke tubuh, ia mengaktifkan sistem saraf untuk mempercepat kontraksi otot polos di usus, sehingga memicu pergerakan isi saluran pencernaan.
Dalam sebuah studi, sebanyak 29 persen peminum kopi melaporkan dorongan untuk buang air besar segera setelah meminum kopi, bahkan dalam waktu kurang dari lima menit. Selain kafein, kandungan asam dalam kopi juga turut berperan dalam menstimulasi pencernaan.
Kopi diketahui meningkatkan produksi hormon gastrin, yakni hormon yang merangsang sekresi asam lambung dan enzim pencernaan. Peningkatan kadar gastrin membuat kerja lambung dan usus menjadi lebih aktif, sehingga mempercepat pengolahan makanan dalam saluran cerna. Tak hanya itu, kopi juga memicu pelepasan hormon kolesistokinin yang membantu kontraksi kandung empedu dan meningkatkan aktivitas pencernaan lebih lanjut.
Dengan kata lain, kopi berperan sebagai pencahar alami bagi sebagian orang, terutama yang memiliki saluran pencernaan yang sensitif terhadap kandungan kafein dan asam.
Meski begitu, tidak semua orang mengalami efek serupa. Sensitivitas terhadap kopi bisa berbeda tergantung kondisi individu, pola makan, serta frekuensi konsumsi. Bagi mereka yang sering mengalami perut mulas atau gangguan pencernaan setelah minum kopi, disarankan untuk mengurangi jumlah konsumsi atau memilih jenis kopi dengan kadar asam lebih rendah.
Sebagai catatan, meskipun efek pencahar ini tidak berbahaya secara medis, konsumsi kopi tetap perlu diimbangi dengan asupan cairan yang cukup agar tubuh tidak mengalami dehidrasi akibat peningkatan frekuensi buang air besar.[]
Putri Aulia Maharani