CHIANG MAI — Kolaborasi lintas negara kembali dikuatkan dalam upaya menyelamatkan hutan-hutan primer yang tersisa di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Melalui peluncuran program baru yang bernilai lebih dari Rp3 triliun, negara-negara di kawasan ini menyatukan langkah dalam menghadapi ancaman perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, serta degradasi lingkungan.
Dalam lokakarya regional yang digelar di Chiang Mai, Thailand, Jumat (27/06/2025), diumumkan dimulainya Southeast Asia and the Pacific Forests Integrated Program. Program tersebut difokuskan pada perlindungan lanskap hutan utama dan mendukung pembangunan berkelanjutan melalui restorasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Inisiatif ini mendapat dukungan pendanaan utama dari Global Environment Facility (GEF) sebesar USD 42,4 juta atau sekitar Rp684,6 miliar. Dukungan tambahan senilai USD 185 juta atau lebih dari Rp3 triliun akan dialokasikan melalui skema pembiayaan bersama, yang akan mencakup proyek nasional di Laos, Papua Nugini, dan Thailand, serta satu proyek tingkat regional.
Program ini menargetkan pengelolaan 3,2 juta hektare kawasan konservasi, restorasi terhadap 8.500 hektare ekosistem yang rusak, serta pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 34 juta ton. Dalam jangka panjang, proyek ini diharapkan berkontribusi pada ketahanan iklim dan perlindungan terhadap mata pencaharian masyarakat adat dan lokal yang menggantungkan hidup pada ekosistem hutan.
CEO GEF, Carlos Manuel Rodríguez, menegaskan bahwa penyelamatan hutan tropis primer merupakan langkah strategis menghadapi krisis iklim.
“Melestarikan hutan tropis primer merupakan respons terbaik terhadap krisis lingkungan yang mendesak yang merupakan ancaman bagi kesejahteraan manusia secara global dan hal tersebut dapat mendukung pembangunan hijau,” tegasnya.
Program ini dipimpin secara kolaboratif oleh FAO dan IUCN, didukung oleh lembaga mitra seperti UNDP, CIFOR-ICRAF, dan Grow Asia. FAO akan memimpin pelaksanaan proyek nasional bersama kementerian-kementerian negara peserta.
Direktur Jenderal IUCN, Dr Grethel Aguilar, menyoroti pentingnya Bioma Hutan Indo-Malaysia yang dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan ekologis tertinggi di dunia.
“Dengan meningkatnya tekanan pada hutan-hutan ini, program baru ini menawarkan peluang yang tepat waktu dan transformatif untuk membalikkan keadaan,” ungkap Aguilar.
Delapan negara telah menyatakan komitmennya dalam lokakarya awal ini, yakni Indonesia, Thailand, Laos, Papua Nugini, Vietnam, Filipina, Bhutan, dan Kamboja. Kesepakatan ini menggarisbawahi urgensi kolaborasi kawasan dalam menjaga masa depan lingkungan dan keberlanjutan wilayah.
“Program Terpadu ini mendorong tindakan regional untuk melestarikan, melindungi, memulihkan, dan mempromosikan pemanfaatan berkelanjutan lanskap hutan primer yang berharga di Asia Tenggara dan Pasifik,” kata Alue Dohong dari FAO. []
Diyan Febriana Citra.