JAKARTA – Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang mampu. Setiap tahun, jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia berangkat ke Tanah Suci dengan tujuan yang sama: menunaikan ibadah haji sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Namun, di tengah semangat religius tersebut, muncul fenomena menarik sekaligus memprihatinkan. Tidak sedikit masyarakat yang memaksakan diri untuk berhaji meski belum memenuhi syarat utama, yaitu istithaah atau kemampuan.
Syarat istithaah tidak hanya mencakup aspek finansial, tetapi juga kesiapan fisik, keamanan perjalanan, serta kesiapan mental dan spiritual. Meski begitu, masih banyak individu atau keluarga yang rela menjual harta, berutang dalam jumlah besar, bahkan mengesampingkan kebutuhan pokok hanya demi meraih gelar “Haji”.
Motivasi masyarakat untuk berhaji pun beragam. Ada yang tulus karena panggilan iman, namun ada pula yang merasa terdesak oleh tekanan sosial. Gelar “Haji” yang sering kali dianggap sebagai simbol status sosial dalam masyarakat turut menjadi pendorong kuat, sehingga sebagian orang merasa malu atau rendah diri jika belum menyandangnya.
Lalu, bagaimana hukum ibadah haji bagi mereka yang tidak memenuhi syarat istithaah?
Merujuk pada pandangan ulama yang dikutip dari NU Online (18/5/2025), seseorang yang belum memiliki kemampuan secara fisik dan finansial sejatinya tidak dikenai kewajiban haji. Dalam ajaran Islam, haji hanya diwajibkan bagi mereka yang mampu, sebagaimana tertuang dalam firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 97:
“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 97)
Ayat tersebut menegaskan bahwa kemampuan adalah syarat mutlak. Artinya, jika seseorang memaksakan diri berhaji tanpa memenuhi istithaah, ibadahnya tetap sah secara hukum fiqih, tetapi tidak menggugurkan hikmah dan tujuan syariat haji yang menekankan kemudahan serta tidak memberatkan umat.
Agama Islam menjunjung tinggi prinsip keadilan dan keseimbangan. Dalam hal ibadah, umat tidak dituntut untuk melampaui batas kemampuannya. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk mempersiapkan diri secara matang dan bertanggung jawab sebelum memutuskan untuk menunaikan ibadah haji.[]
Putri Aulia Maharani