SURABAYA — Â Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya mengungkap kasus penganiayaan terhadap balita berinisial SRH (2,5), yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Adapun pelaku penganiayaan adalah RS (27) yang tak lain merupakan kekasih dari ibu korban berinisial SF.
Kesatuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hendro Sukmono menjabarkan konstruksi peristiwa yang membuat korban meninggal dengan kondisi mengenaskan.
Hendro mengungkapkan, hubungan ibu korban dengan suaminya, SA memang dalam keadaan tidak harmonis, sehingga keduanya memutuskan pisah rumah. “Lalu saksi SF tinggal bersama selingkuhannya RS di salah satu kost di wilayah Kutisari Utara, Surabaya,” ujarnya di Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mapolrestabes) Surabaya, Jumat (16/02/2024).
Hendro melanjutkan, sehari-hari korban SRH terkadang tinggal bersama ayah kandungnya, SA, meskipun tak jarang juga tinggal bersama SF dan pelaku RS di kost Kutisari Utara. Peristiwa nahas itu terjadi pada selasa,(13/02/2024) saat ibu korban mendapat panggilan wawancara kerja di salah satu perusahaan di Kenjeran, Surabaya.
SF pun menitipkan korban pada selingkuhannya RS. Sekira pukul 16.00 WIB, saksi SF berusaha melakukan panggilan video ke RS untuk mengecek kondisi sang anak. Namun yang bersangkutan enggan menerima panggilan tersebut.
“Kemudian saksi SF menelepon panggilan biasa ke selingkuhannya RS. Diangkat, namun saat itu saksi SF tidak sempat menanyakan keadaan korban SRH karena RS langsung menyuruh saksi SF cepat pulang,” ujar Hendro.
Sekitar pukul 17.00 WIB, ibu korban pulang dari interview kerja. SF melihat anaknya dan RS sedang tidur di atas ranjang. SF kemudian membangunkan SRH, namun korban tidak merespon dan kondisi badannya dingin.
Sekitar pukul 17.15 WIB, SF dan RS langsung membawa korban SRH ke rumah sakit Rumah Sakit Islam (RSI) Jemursari Surabaya. Saat tiba di Instansi Gawat Darurat (IGD) dinyatakan oleh dokter bahwa korban sudah meninggal dunia. Sekitar pukul 18.00 WIB, SF menyampaikan berita tersebut kepada ayahnya, SA.
Sekitar pukul 18.20 WIB, SA tiba di RSI Jemursari Surabaya. Saat melihat jenazah korban yang terdapat luka lebam baru pada dahi kanan dan punggung bagian bawah dekat tulang ekor, ia menduga korban meninggal dunia dalam keadaan tidak wajar, dan menghendaki untuk dilakukan otopsi pada korban.
“Sekitar pukul 02.30 WIB pelapor SA melaporkan peristiwa tersebut ke Polrestabes Surabaya, untuk diproses secara pidana,” ucapnya. Berdasarkan hasil autopsi, lanjut Hendro, korban mengalami patah tulang tengkorak bagian belakang, pendarahan pada otak besar, kecil, batang otak, serta otot dinding perut, serta terdapat pembekuan darah pada organ dalam jantung.
“Penyebab kematian adalah kekerasan benda tumpul pada kepala yang menyebabkan pendarahan pada otak,” kata Hendro. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku mengakui mencekik hingga membenturkan kepala korban ke lantai. Pelaku mengaku jengkel lantaran korban sering rewel dan buang air.
Akibat perbuatannya, pelaku dikenakan dengan Pasal 80 Ayat (3) Jo. Pasal 76 C UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 340 KUHP. Ancaman hukumannya pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu dan paling lama 20 tahun.
Redaksi 03