SEMARANG — Secara sekilas tidak ada yang spesial dengan bangunan Jembatan Boom Lama yang terletak di Semarang Utara, Kota Semarang, Sebagaimana dilansir dari Solopos.com, Jawa Tengah (Jateng). Tapi warga sekitar menamai akses penghubung daerah Kuningan dan Bandarharjo di Kota Semarang itu sebagai Jembatan Jalur Gaza.
Lalu bagaimana ceritanya jembatan itu bisa dinama Jalur Gaza. Apakah tempat tersebut sering terjadi konflik layaknya gejolak di Palestina? Ketua Tim Elang Polsek Semarang Utara, Agus Supriyanto, ternyata sudah familiar dengan nama Jembatan Jalur Gaza. Di tempat itu banyak terjadi tawuran remaja kampung. Bahkan setiap malam warga sering diresahkan jika tawuran antarremaja Kuningan dan Bandarharjo meletus.
“Iya, masyarakat sekitar sendiri yang menamai jalur gaza. Kemungkinan karena sering terjadi tawuran di situ. Warga yang laporan ke saya juga pasti bilangnya ada tawuran di jembatan jalur gaza,” ucap lelaki yang akrab disapa Agus Arab kepada Solopos.com, Rabu (12/6/2024).
Namun, Agus menjelaskan kalau peristiwa mencekam di Jembatan Jalur Gaza di Kota Semarang itu terjadi lima tahun ke belakang. Berkat kerja sama warga dengan Polsek Semarang Utara, Jembatan Jalur Gaza kini sudah tidak lagi dijadjkan tempat tawuran.
Kendati begitu, pekerjaan kepolisian dalam menangani kenakalan remaja tidak serta merta hilang. Malah semakin rumit dengan banyaknya gangster-gangster yang kerap berbuat onar di daerah Semarang Utara. “Kalau dulu tawurannya antarkampung, sekarang kubu-kubuan. Jadi satu kampung beda kubu bisa tawuran,” jelasnya.
Seorang warga RT 002 RW 005 Keluharan Bandarharjo, Semarang Utara, Narto, membenarkan di Jembatan Boom Lama atau Jalur Gaza adalah tempat favorit untuk tawuran. Kampung-kampung seperti Barutikung, Perbalan, Kuningan, Panggung, Tanjung Mas merupakan daerah hitam di Semarang Utara.
Narto lantas mengenang sewaktu terjadi tawuran. Warga yang melihat langsung menabuh tiang listrik sebagai pertanda untuk waspada dan melapor ke pihak berwajib. “Tawurannya kadang pakai senjata bawa bambu atau kayu. Biasanya mau lebaran atau ada dendam lama mereka berkumpul lalu terjadilah tawuran,” kenangnya.
Lantaran suasana kampungnya dulu sering tidak kondusif. Narto kepikiran untuk pindah rumah. Alasannya ia tidak ingin masa depan anaknya terpapar hal-hal negatif. Seiring berjalannya waktu dan ada sebuah program pembinaan terhadap remaja di Keluharan Bandarharjo. Kampungnya sedikit lebih kondusif jika dibandingkan 5 hingga 10 tahun lalu. “Anak-anak sekarang misal cekcok di kampung bakal merasa malu sama orang tua. Faktor lainnya mungkin sudah banyak orang yang disebut gali pindah ke daerah lain,” ungapnya. []
Putri Aulia Maharani