Pengempon Pura Uluwatu Tegaskan Pemangkasan Tebing Tidak Berhubungan dengan Wisata, Fokus Cegah Keretakan Lebih Parah

Pengempon Pura Uluwatu Tegaskan Pemangkasan Tebing Tidak Berhubungan dengan Wisata, Fokus Cegah Keretakan Lebih Parah

KUTA SELATAN – Ramai di media sosial soal penataan tebing di kompleks Pura Uluwatu Kuta Selatan yang dicurigai “dijual” untuk proyek akomodasi wisata. Sebagaimana dilansir dari Radarbali.id, guna menyetop kontroversi sehingga tidak memicu spekulasi negatif, Pengempon Pura Uluwatu, AA Ngurah Jaka Pratidnya, angkat bicara. Penglingsir Puri Jrokuta yang akrab disapa Turah Joko, ini menegaskan bahwa pemangkasan tebing Uluwatu murni untuk penataan Pura guna mencegah keretakan lebih parah.

Dan, proyek penanganan keretakan tebing Pura Uluwatu telah dimulai. Kegiatan diawali pembukaan jalan inspeksi yang saat ini sudah mencapai 60 persen. Penegasan ini lanjuit Turah Joko, sebagai jawaban adanya kekhawatiran bahwa akses jalan itu sebagai akal-akalan untuk kemudian diikuti pembangunan akomodasi wisata.

“Kami menjamin tak akan ada proyek akomodasi wisata di kawasan suci, ini murni penataan untuk menjaga Pura, kami pastikan kawasan itu tetap steril,” tegas Turah Joko, kepada radarbali.id, Rabu 28 Agustus 2024. Pihaknya justru berterimakasih pepada Pemerintah Kabupaten Badung yang responsip menyikapi kekhawatiran lebih parah keretakan di tebing Pura Uluwatu.

“Sekali lagi, yang jelas tidak ada akomodasi pariwisata. Pemangkasan tebing itu adalah murni untuk kelancaran proyek untuk membawa material,” tegasnya. Turah Joko menuturkan, kekhawatiran terhadap keretakan tebing Pura Uluwatu sebenarnya sudah berlangsung bertahun-tahun. Bahkan karenanya, langkah survei pun dilakukan dengan menggandeng pihak akademisi.

“Kalau kita kembali ke belakang, itu tahun 1992 sudah ada penurunan sisi selatan 0,1 inchi di sisi selatan Undagi Pura. Makanya persembahyangan Pujawali dilaksanakan di Jaba Tengah,” tuturnya.

Jika diurut jauh ke belakang lagi lanjutnya, keretakan tebing Pura Uluwatu sesungguhnya sudah diketahui sejak silam. Tepatnya tahun 1904. Sebab itu pulalah kata dia, dilakukan pemindahan Bale Pemiyosan.

“Tahun 1904 sudah retak. Tahun 1992, anak lingsir kami memindahkan persembahyangan Pujawali ke Jaba Tengah. Itu semua dilakukan untuk ikut merawat agar tidak lagi ada penurunan (erosi, red),” beber penglingsir Puri Jrokuta yang punya perhatian besar penaganan sampah di perkotaan, ini.
Sebagai Pengempon, tentunya berharap kepada pemerintah untuk menyikapi kekhawatiran dengan melakukan penguatan.

Terlebih saat gempa besar yang terjadi beberapa tahun lalu, diketahui telah kembali terjadi penurunan. “Adanya proyek seperti ini, sebagai Pengempon dan Pengemong, kami sambut dengan baik. Tentunya tanpa menghilangkan kesucian Pura. Kami juga berterimakasih kepada umat se-dharma untuk menjaga Pura Uluwatu tetap ajeg,” tegasnya, pula.

Turah Joko pun kembali menegaskan, pengerukan tebing tersebut bukan untuk pembangunan akomodasi pariwisata. Bahkan jika pengerukan tebing itu adalah untuk merusak alam, dirinya memastikan akan menjadi yang pertama dan terdepan menyatakan menolak.

“Kami menghormati pendapat-pendapat yang disampaikan oleh umat se-dharma. Karena itu merupakan bukti perhatian kepada Pura Uluwatu. Tetapi kami selaku Pengempon dan Pengemong, sepakat dan mengucapkan terimakasih kepada Pemkab Badung yang telah memberikan penanganan seperti apa yang dilaksanakan saat ini,” tandasnya, pula.

Disebutkan, rencana penanganan ini sudah bergulir sejak 5 atau 6 tahun lalu. Dan barui saat ini terwujud. ”Jadi astungkara kami sangat berterimakasih kepada Pemkab Badung dalam hal ini Pak Giri Prasta yang sudah membantu. Kami jamin tidak ada akomodasi pariwisata dan lain sebagainya di sana,” pungkasnya.

Dengan terjaganya kesucian pura seluas 13 hektare itu imbuhnya, pihaknya juga menjaga kelestarian habitar hewan liar Monyet di kompleks Pura. ”Jika Pura-nya habis, jangan salahkan monyetnya turun menggangu pemukiman warga karena sudah tidak ada tempat berkembang biak,” katanya. Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung, IB Surya Suamba juga menyampaikan hal senada.

Dia menegaskan bahwa pekerjaan yang dilakukan itu pada dasarnya adalah untuk mengamankan peninggalan budaya leluhur, bukan malah sebaliknya. “Itu (akses inspeksi.red) memang hanya untuk pengamanan tebing Pura. Tidak untuk kepentingan umum dan lainnya,” tandasnya. []

Putri Aulia Maharani

Berita Daerah Breaking News