SAMARINDA – Sebanyak 81 pekerja proyek pembangunan Teras Samarinda hingga kini belum menerima upah dari PT Samudra Anugrah Indah Permai. Akibatnya kini semakin bertambah parah lantaran berdampak serius pada perekonomian keluarga mereka, mulai dari anak yang putus sekolah, perceraian dan masih banyak pekerja lain yang nasibnya terkatung-katung tanpa kejelasan.
Sebagaimana dilansir dari SamarindaPos,Aksi protes yang digelar di depan kantor Balai Kota Samarinda pada Kamis (7/11) lalu menambah urgensi permasalahan ini. Para pekerja mendesak pemerintah kota segera turun tangan untuk menyelesaikan sengketa yang melibatkan perusahaan kontraktor tersebut.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahroni Pasie, mengatakan pihaknya akan segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama pihak terkait. “Besok (hari ini) kami mengundang Dinas PUPR dan Disnaker untuk mencari solusi terkait permasalahan ini,” ujarnya Senin (18/11).
Novan menilai peraturan ketenagakerjaan yang berlaku harus ditegakkan. Ia mengungkapkan, salah satu hal yang akan dipastikan adalah apakah perusahaan tersebut memenuhi kewajiban mendaftarkan pekerjanya ke Disnaker. Jika ditemukan tidak memenuhi regulasi, bisa dipastikan secara hukum perusahaan kontraktor tersebut sudah menyalahi aturan.
Selain itu, Novan mengkritisi keberadaan PT Samudra Anugrah Indah Permai yang berkantor di Jakarta, sehingga kerap mangkir dari undangan pertemuan dengan Pemkot Samarinda. Ia menduga persoalan ini berpotensi masuk ranah hukum.
“Pekerja sudah melaporkan masalah ini sejak awal, dan Disnaker sudah mengambil langkah yang tepat. Namun, masalah ini mungkin muncul dari ketidakjelasan status pekerjaan mereka,” tambah Novan.
Ia berharap Pemkot dapat mengambil langkah tegas, terlebih proyek Teras Samarinda sudah hampir selesai. “Kami ingin memastikan apakah perusahaan ini benar-benar memenuhi klasifikasi untuk terlibat dalam proyek seperti ini,” tutur Politikus Partai Golkar ini.
Sebelumnya salah seorang pekerja, Rully berkesempatan mengadu langsung dengan Pemkot Samarinda, lewat aksi bersama Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), pada Kamis lalu. Sebab akibat upahnya yang belum dibayarkan oleh kontraktor kini telah mengorbankan pendidikan anaknya.
“Anak saya yang tinggal di Bogor terpaksa putus sekolah karena tidak ada biaya,” tutur Rully dengan penuh kesedihan.
Ia juga menyebut bahwa beberapa rekannya bahkan menghadapi keretakan rumah tangga akibat tekanan ekonomi yang mereka alami. Rully mengaku telah mencoba menghubungi pihak perusahaan untuk menyelesaikan masalah ini, namun tidak mendapat tanggapan.
“Perusahaan memutus komunikasi, kami tidak bisa lagi menghubungi mereka,” pungkasnya.[]
Putri Aulia Maharani