SAMARINDA – Setelah audiensi dengan DPRD Kota Samarinda pada Kamis (27/2/2025), nasib para pekerja yang tergabung dalam Buruh Teras Samarinda masih belum menemukan titik terang. Hak-hak mereka yang belum dibayarkan selama satu tahun terakhir membuat banyak dari mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.
Salah satu korban, Rina, harus merasakan dampak terburuk dari ketidakpastian ini. Suaminya, yang seharusnya menerima gaji dari perusahaan tempatnya bekerja, hingga kini belum mendapatkan haknya. Akibatnya, mereka diusir dari kontrakan dan kini terpaksa tinggal di gudang bekas bengkel yang jauh dari kata layak huni.
“Kami sudah setahun menunggu hak kami dibayar. Setelah audiensi di DPRD pun belum ada kejelasan. Banyak dari kami yang hidup susah, bahkan ada yang diusir dari kontrakan karena tidak bisa bayar,” ujar salah satu perwakilan Buruh Teras Samarinda.
Hidup di Gudang Bekas Bengkel, Bertahan di Tengah Ketidakpastian
Dengan suara bergetar, Rina menceritakan kondisi hidupnya yang kian memburuk. Gudang yang ia tempati bersama dua anaknya penuh dengan kotoran tikus, atap bocor, dan kondisi lembap yang tidak sehat.
“Bayangkan saja, kotoran tikus di mana-mana, atap bolong-bolong. Ini bekas bengkel, banyak barang-barang bekas. Saya sudah tidak tahan,” tuturnya lirih.
Tak hanya harus menghadapi kondisi tempat tinggal yang tidak layak, Rina juga harus menelan kenyataan pahit bahwa suaminya pergi meninggalkan mereka. Tidak mampu menanggung beban hidup yang semakin berat, sang suami memilih pergi, meninggalkan Rina untuk berjuang sendiri menghidupi anak-anak mereka.
“Saya punya tiga anak, dua bersama saya, satu bersama suami. Tapi suami saya pergi karena tidak sanggup lagi,” ujarnya.
Harapan yang Tak Kunjung Datang
Selama setahun terakhir, Rina dan para buruh lainnya terus memperjuangkan hak mereka. Namun hingga kini, mereka belum mendapatkan kepastian kapan perusahaan akan membayarkan gaji yang tertunda.
Ia mengaku telah meminta bantuan kepada Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim, Rina Zainun. Namun, jawaban yang diterima masih sama—diminta untuk terus menunggu.
“Saya tidak mau nunggu lagi. Saya mau hak suami saya dibayar, saya mau cari tempat tinggal yang layak, saya mau jualan untuk menghidupi anak-anak saya,” tegasnya.
Harapan di Ujung Sabar
Menjelang bulan Ramadan, kondisi ini semakin menyulitkan para buruh yang haknya belum dibayarkan. Mereka berharap perusahaan segera memenuhi kewajibannya dan pemerintah turun tangan untuk membantu mereka keluar dari kesulitan ini.
“Kami harus menunggu apa lagi? Harus tinggal di emperan jalan kah? Saya mohon, tolong bantu kami,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi cerminan betapa sulitnya perjuangan para buruh dalam mendapatkan hak mereka. Hingga kini, mereka masih bertahan dalam ketidakpastian, berharap ada solusi nyata yang bisa mengakhiri penderitaan mereka.[]
Putri Aulia Maharani