SAMARINDA – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda menyuarakan desakan keras kepada Pertamina Persero Unit Pemasaran VI Terminal BBM Samarinda. Mereka menuntut adanya tanggung jawab dari pihak Pertamina atas dugaan praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) yang dinilai merugikan masyarakat luas, khususnya pengendara di Samarinda.
Tuntutan ini muncul setelah sejumlah warga mengalami langsung dampak buruk dari BBM yang diduga telah dicampur, sehingga menyebabkan kerusakan pada kendaraan. PMII menyoroti dugaan pengoplosan jenis Pertalite menjadi Pertamax, yang tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap kualitas distribusi BBM.
Aksi unjuk rasa ini menjadi sorotan setelah terkuaknya kasus korupsi besar yang sedang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina. Dalam kasus tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun, bahkan berpotensi mencapai angka Rp 968,5 triliun jika dihitung sejak 2018 hingga 2023.
Dalam aksi tersebut, Yusri, seorang pemilik usaha jasa servis AC di Samarinda, ikut hadir menyampaikan keluhannya. Ia mengaku sangat dirugikan karena kendaraan operasional miliknya mengalami kerusakan setelah mengisi BBM di salah satu SPBU. Biaya perbaikan kendaraan yang harus ditanggungnya mencapai Rp 500 ribu, dan ia pun harus berhenti bekerja selama dua hari sambil tetap membayar upah karyawannya. Dengan memegang struk perbaikan di tangan, Yusri memohon kepada pemerintah agar lebih peduli terhadap nasib pelaku usaha kecil seperti dirinya.
Keresahan masyarakat ini juga mendapatkan perhatian dari kalangan akademisi. Silviana Purwanti, pengamat komunikasi dari Universitas Mulawarman, mengkritisi cara pemerintah dan pihak terkait dalam menangani isu ini. Menurutnya, komunikasi yang dibangun masih bersifat defensif dan belum mampu menjawab kegelisahan masyarakat. Ia menekankan pentingnya penerapan strategi komunikasi krisis yang lebih empatik dan terbuka, agar kepercayaan publik tidak semakin merosot.
Selama dua pekan terakhir, warga Kalimantan Timur memang dihebohkan oleh banyaknya laporan tentang kendaraan, terutama motor, yang mengalami kerusakan setelah mengisi BBM. Mulai dari mesin yang tersendat, mogok, hingga kerusakan parah yang menyebabkan kendaraan tidak dapat digunakan. Hal ini memicu berbagai spekulasi tentang kualitas BBM yang dijual di sejumlah SPBU.
Terkait hal ini, pihak kepolisian Kota Samarinda telah melakukan pemeriksaan terhadap tangki timbun SPBU dan menyatakan bahwa sejauh ini belum ditemukan indikasi adanya air di dalamnya. Meski demikian, sampel BBM tetap dikirim ke laboratorium untuk analisis lebih lanjut.
Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, juga turut melakukan peninjauan ke beberapa SPBU, termasuk di kawasan Karang Asam. Ia menegaskan bahwa BBM yang disalurkan telah memenuhi standar operasional prosedur yang ditetapkan Ditjen Migas, dan belum ditemukan pelanggaran kualitas secara teknis.
Pihak Pertamina sendiri menyatakan sedang menindaklanjuti setiap keluhan masyarakat. Addieb Arselan, Manager Retail Sales Region Kalimantan, menjelaskan bahwa konsumen yang merasa dirugikan bisa melapor langsung ke SPBU dengan membawa bukti pembelian serta lokasi pengisian BBM agar proses pelacakan dapat dilakukan.
Namun bagi Silviana, sekadar memberikan pernyataan resmi tidaklah cukup. Menurutnya, kepercayaan publik hanya dapat dibangun kembali jika pemerintah dan Pertamina mampu membuka ruang dialog dan menyampaikan proses investigasi secara transparan. Ia juga menggarisbawahi bahwa komunikasi dua arah sangat penting dalam situasi krisis seperti ini, agar masyarakat tidak merasa diabaikan.
“Bukan hanya urusan teknis mesin, tapi juga soal rasa aman dan kepercayaan terhadap pemerintah. Ketika masyarakat merasakan kerugian nyata namun tidak mendapat penjelasan yang memadai, maka krisis kepercayaan bisa timbul,” tegasnya.
Di tengah sorotan publik yang makin tajam, PMII Samarinda pun terus mendorong agar Pertamina mengevaluasi kinerja internal, bertanggung jawab atas dugaan pengoplosan, serta menindak tegas oknum-oknum yang terlibat. Masyarakat kini menanti langkah nyata dan kejelasan dari pihak berwenang agar permasalahan ini tidak semakin melebar dan merugikan lebih banyak pihak.[]
Putri aulia maharani