SAMARINDA – Terkait kasus keterlambatan gaji karyawan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD), keenam dari tujuh ahli waris menggelar konferensi pers untuk memberikan pernyataan sikap keluarga terhadap polemik yang terjadi dan menjelaskan posisi mereka dalam struktur pengelolaan RSHD pada Senin (21/4/2025) siang.
M. Erwin Ardiansyah Darjad, salah satu ahli waris RSHD, menjelaskan bahwa pembangunan rumah sakit tersebut bermula dari niat baik keluarga besar Haji Darjad untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat. Dia menyebutkan bahwa kelima anak Haji Darjad sepakat untuk mendirikan PT Bina Darjad Keluarga yang kemudian membentuk RSHD.
“Awal mula dibangun ini didasari dari kesepakatan lima anak Haji Darjad untuk membentuk PT Darjad Bina Keluarga, dan mendirikan RSHD. Dalam operasionalnya, kami menggandeng beberapa dokter yang kemudian menjadi pemegang saham dalam lingkup PT Medikal Etam,” ujar Erwin di Hotel Midtown, Samarinda.
Setelah rumah sakit berdiri, konflik internal mulai muncul di kalangan ahli waris, terutama setelah meninggalnya para pendiri. Erwin mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berusaha melakukan peralihan kepemilikan, namun menghadapi hambatan dan ketidakcocokan antara ahli waris. Meski melalui jalur hukum, ketidaksepakatan tetap terjadi, dan akhirnya pengadilan menolak permintaan ahli waris.
“Sebagai pemegang saham tidak aktif dalam PT Medikal Etam, kami tidak memiliki wewenang untuk mengelola operasional RSHD,” jelasnya.
Menanggapi isu keterlambatan gaji karyawan, Erwin dan ahli waris lainnya merasa perlu memberikan klarifikasi agar masyarakat tidak terperangkap dalam informasi yang simpang siur. Ia menegaskan bahwa meskipun mereka adalah pemegang saham, mereka tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan rumah sakit.
“Permasalahan terkait gaji sepenuhnya adalah urusan manajemen. Kami sebagai pemegang saham tidak pernah dilibatkan dalam hal apapun terkait pengelolaan RSHD. Akses kami ke manajemen sangat terbatas,” ungkap Erwin.
Erwin juga menambahkan, pihaknya merasa prihatin karena rumah sakit yang menyandang nama besar Haji Darjad kini tercoreng akibat kasus ini. “Kami sangat sedih. Kami tidak ingin warisan Haji Darjad, yang seharusnya dijaga wibawa dan martabatnya, malah ternodai karena masalah ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Muhammad Dedy Pratama, seorang dokter spesialis yang juga merupakan ahli waris RSHD, membenarkan adanya masalah di manajemen rumah sakit tersebut. Dedy mengungkapkan bahwa keterlambatan pembayaran gaji juga terjadi di kalangan dokter. “Kami sebagai dokter spesialis juga tidak dibayar tepat waktu, bahkan kami tidak pernah diberi kontrak kerja. Pembayaran yang terlambat dan tidak dibayar adalah kenyataan yang terjadi,” tegasnya.
Dedy juga menambahkan, komunikasi antara karyawan dan manajemen sangat tertutup dan sulit untuk mendapatkan informasi terkait keterlambatan gaji. “Dokter-dokter sebelumnya, termasuk saya, kesulitan untuk mendapat informasi dari pihak manajemen. Kami tidak pernah diundang rapat dan tidak diberitahu kondisi rumah sakit,” tambahnya.
Keenam ahli waris RSHD menyatakan dukungannya terhadap hak-hak karyawan yang harus dipenuhi oleh manajemen. Mereka meminta agar pihak manajemen bertanggung jawab dan melakukan pembenahan secara menyeluruh.
“Kembalikan rumah sakit ini kepada niat awal yang baik, untuk memfasilitasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Kami berharap masalah ini dapat segera diselesaikan dan karyawan mendapatkan hak-haknya,” tutup Muhammad Dedy Pratama.[]
Putri Aulia Maharani