JAWA BARAT — Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara resmi menghentikan penyaluran dana hibah keagamaan untuk tahun anggaran 2025. Kebijakan ini diumumkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi sebagai bagian dari langkah efisiensi sekaligus respons terhadap temuan sejumlah penyimpangan dalam penyaluran dana hibah di berbagai daerah.
Gubernur Dedi menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak didasarkan pada sentimen antiagama, melainkan sebagai upaya koreksi terhadap praktik bantuan yang selama ini dinilai tidak adil. Ia mengungkapkan bahwa penerima hibah cenderung berasal dari kelompok yang memiliki kedekatan politik dengan pemimpin daerah.
“Saya tak mau uang Jabar dinikmati orang itu-itu saja. Yayasan yang punya akses politik dan dekat dengan gubernur saja yang kebagian. Yang tidak, tidak dapat,” ujar Dedi dalam unggahan media sosialnya yang telah dikonfirmasi ulang pada Jumat (25/04/2025).
Ia juga memaparkan adanya modus mendirikan yayasan fiktif untuk menyerap dana hibah hingga miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana tersebut, menurutnya, berisiko menimbulkan persoalan hukum bagi tokoh-tokoh agama yang sebetulnya tidak memahami prosedur pengelolaannya.
“Ada yang bikin yayasan palsu, hanya untuk nyerap Rp 2 miliar, Rp 5 miliar. Makanya saya setop dulu,” tegasnya. Ia juga menambahkan, “Ajengan diperiksa 2 jam, 4 jam, dan bilang ‘saya mah enggak tahu’,” sebagai bentuk keprihatinan terhadap kurangnya akuntabilitas dalam pengelolaan dana tersebut.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, Pemprov Jabar akan merealokasi dana sebesar Rp 5,1 triliun untuk sektor-sektor strategis. Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan bahwa anggaran tersebut dialokasikan untuk memperkuat pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
“Ini hanya soal skala prioritas dan waktu. Masalah lainnya tetap kami perhatikan,” kata Herman dalam konferensi pers di Kota Bandung pada Selasa (22/04/2025).
Rincian alokasi dana mencakup:
-
Rp 3,6 triliun untuk pembangunan infrastruktur dan sistem sanitasi,
-
Rp 1,1 triliun untuk sektor pendidikan,
-
Rp 122 miliar untuk pelayanan kesehatan, serta
-
Rp 46 miliar untuk penguatan cadangan pangan daerah.
Dengan kebijakan ini, Gubernur Dedi berharap keuangan daerah dapat digunakan secara lebih efektif dan menyentuh kebutuhan masyarakat luas, bukan hanya kelompok tertentu yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan. []
Diyan Febriana Citra.