Eks TKI Terlantar di Perbatasan

Eks TKI Terlantar di Perbatasan

NUNUKAN – Tubuh Sulis (54), wanita asal Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Malang, tampak lemah ketika dibawa ke rumah perlindungan sosial oleh petugas Dinas Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak (DSP3A) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Di balik fisiknya yang renta dan sakit akibat stroke, tersimpan kisah panjang tentang perjuangan dan kepedihan hidup seorang perempuan yang pernah menjadi tenaga kerja di luar negeri.

Sulis adalah anak ketiga dari delapan bersaudara. Ia menikah pada tahun 1984 dengan seorang pria bernama Ngaribon dan dikaruniai seorang anak perempuan. Namun, rumah tangganya runtuh ketika sang suami memilih menjalin hubungan dengan wanita lain. “Tahun 1984, ibu Sulis menikah dengan Bapak Ngaribon, dan memiliki satu anak perempuan. Namun, saat putrinya berusia 17 bulan, suaminya memilih untuk berhubungan dengan perempuan lain, sehingga keduanya bercerai,” ungkap Parmedy, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial DSP3A Nunukan, Rabu (07/05/2025).

Untuk melupakan luka masa lalu, Sulis merantau ke Malaysia. Di sana ia bekerja sebagai buruh kebun dengan upah harian RM 30. Meski hidup jauh dari anaknya yang dititipkan kepada kakek-neneknya, ia tetap rutin mengirimkan uang demi kebutuhan sang buah hati.

Di Malaysia, Sulis berkenalan dengan Haji Ali, pria asal Brunei Darussalam berusia 78 tahun. Mereka menikah secara siri, dan Sulis pun tinggal serta membantu di kebun sawit milik suaminya. Pernikahan itu bertahan selama lima tahun, hingga Haji Ali wafat. Harta warisan suaminya dibagi kepada enam anak dari istri pertama. Sulis hanya menerima bagian sebesar Rp150 juta.

“Suami ibu Sulis memiliki kebun sawit yang cukup luas. Namun, pernikahan tersebut hanya bertahan selama lima tahun, karena suaminya meninggal dunia. Semua harta suaminya kemudian dibagikan kepada enam anaknya dari istri terdahulu,” kata Parmedy.

Dengan uang warisan itu, Sulis pulang ke kampung halaman dan membangun rumah. Namun, tak lama kemudian ia kembali ke Malaysia untuk berdagang sarung dan rokok. Musibah kembali menghampiri: ayahnya meninggal pada 2018, disusul ibunya dua tahun kemudian.

Putrinya yang kini sudah menikah memilih tinggal di Balikpapan bersama suaminya, dan tidak lagi mengurus ibunya. Tanpa tempat tinggal, tanpa keluarga, dan dalam kondisi stroke, Sulis akhirnya terlantar di wilayah perbatasan Nunukan.

“Kami telah menampung Ibu Sulis di shelter sambil mencarikan solusi jangka panjang,” tutur Parmedy. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah