Kerugian Peternak Bali Tembus Rp 2 Triliun Akibat ASF

Kerugian Peternak Bali Tembus Rp 2 Triliun Akibat ASF

BULELENG – Penyakit Demam Babi Afrika (ASF) yang menyerang ternak babi di Bali dalam enam tahun terakhir diperkirakan telah menyebabkan kematian sekitar 500.000 ekor babi. Hal ini membawa dampak besar, terutama bagi peternak di Pulau Dewata, dengan kerugian yang ditaksir mencapai lebih dari Rp 2 triliun.

Wakil Ketua DPRD Bali, Ida Gede Komang Kresna Budi, mengungkapkan bahwa meskipun data resmi dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali mencatat 266.000 ekor babi mati akibat ASF sejak tahun 2019, ia meyakini jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi. Banyak peternak memilih untuk tidak melaporkan kematian ternaknya karena berbagai alasan.

“Kami mengestimasi jumlahnya bisa mencapai 500.000 ekor. Sejak wabah ini datang, populasi babi di Bali mendadak hilang,” ujar Komang, saat melakukan pemantauan pengiriman babi di Pelabuhan Celukan Bawang, Buleleng, Jumat (09/05/2025).

Dengan estimasi kerugian Rp 4 juta per ekor babi, total kerugian yang dialami oleh peternak Bali diperkirakan mencapai Rp 2 triliun lebih. Komang menambahkan bahwa penyakit ASF sangat rentan menyerang ternak, dan peternak dihantui oleh ancaman penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut.

Lebih lanjut, Komang mengungkapkan pentingnya pengelolaan pengiriman ternak yang lebih hati-hati. Ia menekankan bahwa pengiriman ternak melalui jalur laut atau port to port lebih aman untuk mencegah penyebaran ASF. Penyebaran virus ASF diketahui sering terjadi melalui alat angkut, khususnya transportasi darat yang sering melewati daerah-daerah terjangkit.

“Pengiriman ternak lewat jalur darat berisiko tinggi karena alat angkut bisa melewati wilayah yang sudah terjangkit ASF. Ini sangat berbahaya untuk penyebaran virus,” tambah Komang.

Sebagai langkah antisipasi, DPRD Bali akan memberikan rekomendasi kepada Gubernur Bali agar pengiriman ternak dari Bali ke luar daerah dilakukan melalui pelabuhan laut, dengan tujuan meminimalkan risiko penyebaran penyakit.

“Kami berharap pengiriman ternak dari Bali bisa dipangkas melalui pelabuhan, sehingga risiko penyebaran virus bisa diminimalkan,” ujarnya.

Wabah ASF ini bukan hanya merugikan peternak secara finansial, tetapi juga berpotensi mengganggu keberlanjutan sektor peternakan di Bali. Ke depannya, pengawasan yang lebih ketat dan pengelolaan yang lebih baik diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit ini. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah