Dua Paslon Pilkada Barito Utara Didiskualifikasi MK

Dua Paslon Pilkada Barito Utara Didiskualifikasi MK

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mendiskualifikasi dua pasangan calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara tahun 2024. Keputusan tersebut diambil setelah keduanya terbukti melakukan praktik politik uang dalam proses pemilihan. Putusan MK ini dinilai sebagai peringatan serius bagi integritas penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyampaikan keprihatinannya atas putusan ini. Ia menyoroti tidak hanya persoalan politik uang, tetapi juga kemungkinan adanya pembiaran oleh lembaga pengawas pemilu.

“Jelas bagi kami sangat memprihatinkan, di mana MK dalam putusannya memerintahkan agar dilaksanakan PSU ulang dan mendiskualifikasi dua pasangan di Barito Utara. Berarti dimulai dari nol,” ujar Dede saat dihubungi, Kamis (15/05/2025).

Ia juga menekankan bahwa dengan nilai politik uang yang besar dalam perkara tersebut, ada indikasi lemahnya pengawasan di lapangan.

“Dengan nilai money politics sebesar itu kemungkinan ada pembiaran yang diduga dilakukan oleh penyelenggara, dalam hal ini Bawaslu yang mempunyai otoritas,” tegasnya.

Dede mengungkapkan bahwa Komisi II DPR akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan pilkada, termasuk mekanisme kerja Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

“Hal ini sangat berdampak, di beberapa daerah yang melaksanakan PSU juga. Masih banyaknya gelombang protes dari elemen masyarakat dan itu semua bisa menyebabkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara berkurang,” ujarnya.

Dalam sidang yang digelar Rabu (14/5), Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan yang menyatakan bahwa dua pasangan calon, yakni Gogo Purman Jaga–Hendro Nakalelo (nomor urut 1) dan Akhmad Gunadi–Nadalsyah (nomor urut 2), terbukti melakukan politik uang.

“Mahkamah menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp16.000.000 untuk satu pemilih. Bahkan, saksi Santi Parida Dewi menerangkan telah menerima total uang Rp64.000.000 untuk satu keluarga,” bunyi pertimbangan MK.

Selain itu, pasangan nomor urut 1 juga disebut melakukan hal serupa.

“Begitu pula pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 dengan nilai sampai dengan Rp6.500.000 untuk satu pemilih dan disertai janji akan diberangkatkan umrah apabila menang, sebagaimana keterangan saksi Edy Rakhman yang total menerima uang sebanyak Rp19.500.000 untuk satu keluarga,” lanjut MK.

Selain mendiskualifikasi kedua paslon, MK juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU) maksimal 90 hari sejak putusan dibacakan.

Putusan ini tidak hanya mencoreng nama baik demokrasi lokal, tetapi juga menegaskan bahwa praktik politik uang masih menjadi ancaman nyata bagi kualitas pemilu di Indonesia. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews