SURABAYA — Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, kembali menegaskan larangan pelaksanaan kegiatan wisuda dan wisata sekolah yang disertai pungutan biaya kepada siswa SD dan SMP negeri di Kota Pahlawan. Kebijakan ini diambil untuk mencegah munculnya beban finansial yang tidak merata di kalangan orang tua murid.
“Kalau untuk SMP Negeri, SD Negeri, saya tidak perbolehkan satu sen pun untuk menarik (uang) dari siswa,” tegas Eri melalui akun Instagram resminya, @ericahyadi_, pada Kamis (15/05/2025).
Menurut Eri, pihak sekolah tidak diperbolehkan memungut biaya dengan dalih mengadakan acara wisuda maupun kegiatan wisata akhir tahun. Ia mengingatkan masyarakat agar segera melapor apabila menemukan pelanggaran tersebut. Pemerintah Kota Surabaya akan memberikan sanksi kepada kepala sekolah yang terbukti melanggar aturan ini.
“Kalau sampai ada yang seperti itu (menarik iuran untuk wisuda), saya sanksi kepala sekolah yang ada di bawah naungan saya, silakan laporkan,” ujarnya.
Eri menjelaskan bahwa larangan ini bukan semata-mata melarang kegembiraan atau perayaan siswa, tetapi lebih kepada menciptakan rasa keadilan dan mencegah diskriminasi terhadap siswa dari keluarga kurang mampu. Menurutnya, meskipun acara bersifat sukarela, tetap saja berpotensi menimbulkan tekanan sosial bagi siswa yang tidak dapat ikut serta.
“Jangan pernah alasan menggunakan wisuda, (sekolah meminta) yang mampu silakan membayar, yang tidak mampu tidak usah membayar. Tetapi, memaksa anaknya untuk membayar. Akhirnya terjadi bully gara-gara itu,” jelasnya.
Kebijakan ini sebenarnya bukan hal baru. Pemkot Surabaya telah melarang praktik pungutan serupa sejak tahun 2015. Namun, laporan dari lapangan menunjukkan masih ada sekolah yang melanggar, sehingga Eri kembali mengingatkan pentingnya pengawasan dari semua pihak, termasuk orang tua.
“Kita ingin mengajak kepala sekolah, guru, dan orang tua untuk peduli dengan orang-orang di sekelilingnya,” tambahnya.
Eri juga menekankan bahwa dunia pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan inklusif bagi semua anak, tanpa kecuali. Ia berharap kebijakan ini mendorong budaya kepedulian dan empati, bukan kompetisi dan pembebanan. []
Diyan Feriana Citra.