KPAI: Tawuran Siswa SD Jangan Ditangani Represif

KPAI: Tawuran Siswa SD Jangan Ditangani Represif

DEPOK – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, penanganan kasus tawuran yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD) di wilayah Cilangkap, Kota Depok, tidak boleh dilakukan secara represif. Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menekankan pentingnya pendekatan hukum yang ramah anak dalam menangani kasus tersebut.

“Penanganan kasus seperti ini harus merujuk pada sistem hukum yang berlaku, terutama merujuk pada Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012. Pendekatan yang digunakan harus mengedepankan diversi dan restorative justice, bukan serta-merta tindakan represif,” kata Ai saat dihubungi, Kamis (15/05/2025).

Ia menegaskan bahwa tindakan aparat harus mengutamakan keselamatan anak dan tidak boleh berujung pada kekerasan, apalagi jika sampai mengancam nyawa. Menurut Ai, anak-anak yang terlibat dalam tawuran ini masih berada dalam usia tumbuh kembang dan termasuk dalam kategori juvenile delinquent atau pelaku kenakalan remaja.

“Jangan sampai tindakan aparat justru menimbulkan ancaman, seperti penghilangan nyawa atau kekerasan fisik yang berlebihan. Terutama kasus ini melibatkan anak di bawah umur, tidak seperti kasus orang dewasa,” ujarnya.

Tawuran yang terjadi pada Sabtu (10/05/2025) sekitar pukul 10.30 WIB itu melibatkan siswa dari dua sekolah dasar di sekitar Perumahan Laguna 1 dan area pemakaman RW 03, Kelurahan Cilangkap. Insiden tersebut ditangani oleh kepolisian dan Dinas Pendidikan Kota Depok.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok, Siti Chaerijah Aurijah, mengatakan, pihaknya telah mempertemukan para siswa, orang tua, dan pihak sekolah pada Senin (12/05/2025). Pembinaan lanjutan akan dilakukan bersama Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA DP3AP2KB) dan Polsek Cimanggis.

Kapolsek Cimanggis, Kompol Jupriono, membenarkan bahwa siswa dari dua sekolah terlibat dalam tawuran. Ia memastikan tidak ada korban luka ataupun jiwa, dan mengatakan bahwa warga sekitar berhasil membubarkan aksi tersebut sebelum berkembang lebih jauh.

Ai Maryati juga mendorong adanya sistem perlindungan yang lebih menyeluruh, termasuk peran aktif keluarga dan sekolah. “Kalau anak-anak masih berbaju sekolah saat kejadian, berarti masih dalam tanggung jawab lingkungan sekolah dan keluarga,” katanya.

Ia menambahkan, lingkungan rumah dan sekolah seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak.

“Orangtua harus menjadi tempat paling aman dan nyaman bagi anak. Mereka juga harus mendukung partisipasi anak, apa pun minatnya. Jangan sampai anak lari ke lingkungan negatif hanya karena merasa tidak diperhatikan,” tegas Ai. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews