SAMARINDA – kota yang dikenal sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, selama bertahun-tahun hidup berdampingan dengan aktivitas pertambangan batu bara. Ketergantungan terhadap sektor ini tak hanya menyentuh aspek ekonomi, tetapi juga berdampak besar terhadap lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.
Namun, situasi itu akan berubah. Pemerintah Kota Samarinda di bawah kepemimpinan Wali Kota Andi Harun menyatakan tekadnya untuk menghentikan seluruh aktivitas tambang batu bara pada 2026. Komitmen ini disampaikan langsung dalam wawancara eksklusif bersama Tribun Kaltim, sekaligus memperkuat pesan bahwa kota ini tengah bersiap untuk beralih menuju pembangunan berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan.
Langkah ini patut dicermati secara serius, mengingat sebagian besar wilayah Samarinda masuk dalam area konsesi tambang. Selama ini, kerusakan lingkungan menjadi salah satu persoalan utama yang terus menghantui masyarakat. Lubang-lubang bekas tambang tak hanya mencemari ekosistem, tetapi juga menimbulkan risiko banjir, merusak infrastruktur, bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia.
Masalah lubang tambang bukan hal sepele. Banyak kasus mencatat lubang tambang yang dibiarkan terbuka menjadi penyebab utama genangan banjir musiman dan rusaknya fasilitas umum, termasuk jalan dan bangunan yang berada di sekitarnya. Jika tidak dikelola dengan baik, peninggalan industri tambang ini akan menjadi warisan masalah bagi generasi mendatang.
Di sisi lain, ketergantungan ekonomi terhadap sektor tambang telah lama menjadi dilema. Banyak masyarakat menggantungkan mata pencaharian di bidang ini. Oleh karena itu, pertanyaan besar yang muncul kemudian adalah: bagaimana nasib perekonomian kota setelah tambang tidak lagi menjadi sektor utama?
Pemerintah Kota Samarinda tentu dituntut untuk menyiapkan strategi transisi ekonomi secara menyeluruh. Pengembangan sektor lain seperti industri hilir, jasa, pariwisata, serta ekonomi kreatif perlu digenjot agar mampu menyerap tenaga kerja dan menggerakkan roda ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Masyarakat pun berharap, keputusan ini bukan sekadar berhenti karena habisnya masa izin usaha pertambangan, melainkan benar-benar lahir dari kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Komitmen lingkungan harus menjadi prinsip utama dalam pembangunan jangka panjang Samarinda ke depan.
Dengan target bebas tambang di tahun 2026, tantangan terbesar Pemerintah Kota adalah membuktikan bahwa transisi ini tidak hanya retorika, melainkan langkah nyata yang menyelamatkan masa depan Samarinda dan seluruh warganya. Harapan itu kini menggantung di langit Kota Tepian.[]
Putri Aulia Maharani