BANTEN – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia atas pengungkapan kasus dugaan korupsi pemberian kredit tanpa analisis dan jaminan memadai yang menyebabkan kerugian besar bagi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) serta sejumlah bank lainnya. Melalui unggahan di akun media sosialnya pada Kamis (22/05/2025), Dedi menyatakan,
“Terima kasih Pak Jaksa Agung dan jajaran Jampidsus, yang telah mengungkap sebuah peristiwa yang sangat penting.”
Menurut Dedi, pengungkapan kasus tersebut sangat menyayat hati. Di tengah sulitnya masyarakat memperoleh kredit karena banyaknya persyaratan, justru ada korporasi yang mendapatkan fasilitas kredit besar tanpa jaminan dan tanpa analisis kelayakan yang memadai.
“Kegiatan ini sangat menyayat hati kita di saat kita kadang mengalami kesulitan untuk mendapat kredit dengan kerumitan perlengkapan dan kelengkapan luar biasa, ternyata masih ada kredit digelontorkan kepada korporasi tanpa jaminan dan kelayakan kredit yang memadai. Jumlahnya ratusan miliar. Tentunya ini sangat merugikan keuangan perbankan yang menjadi kebanggaan rakyat Jawa Barat,” jelas Dedi.
Namun demikian, Dedi meminta masyarakat, khususnya nasabah Bank BJB, untuk tidak khawatir. Ia menyampaikan bahwa manajemen BJB telah mengalami perubahan dan kini dikelola oleh figur-figur profesional dan terpercaya.
“Ke depan peristiwa ini tidak akan pernah terjadi lagi,” tegasnya.
Dedi menambahkan bahwa berbagai persoalan yang pernah terjadi di masa lalu kini telah berhasil direcovery dengan baik. Ia menyebut Bank BJB kini tumbuh menjadi bank yang melayani kepentingan masyarakat luas dan peduli terhadap persoalan sosial di Jawa Barat maupun daerah lainnya.
“Oleh karena itu, saya menyebutnya adalah BJB peduli,” kata Dedi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Ketiganya adalah eks Direktur Utama Bank DKI Jakarta, Zainuddin Mapa; eks Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB, Dicky Syahbandinata; serta Komisaris Utama dan eks Dirut PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.
“Pada hari ini Rabu tanggal 21 Mei tahun 2025 penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan 3 orang tersebut sebagai tersangka karena ditemukan alat bukti yang cukup,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.
Menurut Qohar, Zainuddin dan Dicky diduga memberikan fasilitas kredit kepada PT Sritex secara melawan hukum, tanpa didasarkan pada analisis memadai serta tanpa memenuhi prosedur dan syarat yang berlaku. Salah satu temuan menunjukkan bahwa Sritex tidak memenuhi kriteria kredit modal kerja karena hanya mendapatkan peringkat BB, yang mencerminkan risiko gagal bayar tinggi.
“Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A,” ujar Qohar.
Pemberian kredit tersebut dinilai melanggar standar operasional bank, Undang-Undang Perbankan, serta prinsip kehati-hatian. Selain itu, dana kredit yang diterima Sritex tidak digunakan sebagaimana mestinya, yakni untuk modal kerja.
“Tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukkan sebenarnya,” tambah Qohar.
Akibat penyimpangan ini, kredit dari BJB dan Bank DKI mengalami kemacetan. Aset Sritex yang tidak dijadikan jaminan tidak dapat dieksekusi untuk menutupi pinjaman yang mengakibatkan kerugian negara. Sritex akhirnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
“Bahwa akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum tersebut yang dilakukan Bank Jabar Banten dan Bank DKI Jakarta terhadap Sritex telah mengakibatkan adanya kerugian negara sebesar Rp 692.980.592.188,” kata Qohar.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka telah ditahan untuk 20 hari ke depan.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan bank daerah yang seharusnya menjadi lembaga keuangan yang amanah dan melayani kepentingan masyarakat. Dedi Mulyadi berharap agar kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dan tidak terulang di masa depan. []
Diyan Febriana Citra.