BALI – Hanya tersisa sekitar sepuluh hari menjelang puncak ibadah haji, yakni wukuf di Arafah yang diperkirakan berlangsung pada Kamis, 5 Juni 2025 (9 Zulhijah 1446 H), kabar kurang menggembirakan datang dari proses keberangkatan jemaah haji furoda asal Indonesia.
Hingga Senin, 26 Mei 2025, visa haji mujamalah—yang lebih dikenal dengan sebutan visa haji furoda—belum juga diterbitkan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Keterlambatan ini memicu kekhawatiran di kalangan calon jemaah dan penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK), mengingat waktu yang kian mendesak menjelang pelaksanaan rukun Islam kelima itu.
Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi), Syam Resfiadi, mengonfirmasi adanya keterlambatan dalam proses penerbitan visa mujamalah tahun ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. “Biasanya visa mujamalah sudah terbit pada bulan Syawal,” ujar Syam.
Para penyelenggara berharap visa tersebut dapat diterbitkan setidaknya pada awal bulan Zulhijah, agar jemaah memiliki cukup waktu untuk tiba di Tanah Suci sebelum prosesi wukuf.
Sebagai informasi, visa haji mujamalah atau furoda adalah jenis visa yang diperoleh melalui jalur nonkuota, di luar alokasi resmi Pemerintah Indonesia. Visa ini umumnya diberikan melalui jaringan hubungan antara PIHK dengan pihak otoritas Kerajaan Arab Saudi atau tokoh-tokoh berpengaruh di negara tersebut.
Karena tidak bergantung pada kuota haji nasional, jemaah furoda kerap kali mendapatkan kemudahan dalam keberangkatan. Selain itu, fasilitas yang ditawarkan umumnya lebih eksklusif dibandingkan jemaah haji reguler ataupun haji khusus, mencakup akomodasi dan transportasi selama di Arab Saudi.
Namun, biaya yang harus dikeluarkan untuk berhaji melalui jalur furoda tidaklah murah. Jika haji reguler ditaksir sekitar Rp60 juta, maka biaya haji furoda tahun ini berkisar antara USD 19.000 (sekitar Rp315 juta) hingga USD 60.000 (sekitar Rp1 miliar), tergantung fasilitas dan penyelenggara.
Dalam kondisi serba tidak pasti ini, Syam mengingatkan seluruh penyelenggara PIHK agar menjaga komunikasi terbuka dengan para calon jemaah. Ia menekankan pentingnya memberikan informasi yang jujur dan berkala demi menjaga kepercayaan dan meminimalkan keresahan.[]
Putri Aulia Maharani