Investor Asing Serbu Vila Bali, Hotel Tertekan

Investor Asing Serbu Vila Bali, Hotel Tertekan

DENPASAR – Persaingan bisnis akomodasi di Bali semakin ketat. Para pengusaha hotel lokal kini harus berhadapan dengan investor asing yang semakin agresif menguasai pasar, khususnya di sektor vila dan homestay. Kondisi ini dikhawatirkan akan menekan tingkat hunian hotel yang sudah mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Prof. Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati, mengungkapkan kekhawatiran para pelaku usaha perhotelan lokal terkait masifnya arus modal asing. Ia menyebut bahwa kebijakan investasi yang memperbolehkan masuknya investor asing dengan nilai modal yang relatif rendah menjadi salah satu faktor utama.

“Hal ini tidak lepas dari kebijakan pusat tentang nilai investasi bagi orang asing di Indonesia, termasuk di Bali, yang sangat rendah,” ujar Tjok Oka, Kamis (29/05/2025).

Menurut pria yang akrab disapa Cok Ace itu, kondisi ini memperparah situasi para pelaku hotel menengah dan besar. Pasalnya, investor asing tidak hanya unggul dari sisi permodalan, tetapi juga menguasai jaringan pasar digital yang lebih luas, serta mampu mengakses izin usaha secara lebih cepat.

Cok Ace menilai bahwa keberadaan vila dan homestay yang dikuasai asing tidak hanya mengganggu ekosistem bisnis perhotelan, tetapi juga turut menyebabkan ketimpangan dalam distribusi wisatawan. Meski data kunjungan wisatawan ke Bali menunjukkan peningkatan, hal tersebut tidak serta-merta berdampak pada kenaikan tingkat okupansi hotel.

“Banyak wisatawan kini menjadikan Bali hanya sebagai titik transit untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi lain seperti Gili, Lombok, dan Labuan Bajo,” katanya.

Ia juga menyoroti dampak dari meningkatnya jumlah kapal pesiar yang berlabuh di Pelabuhan Benoa. Wisatawan kapal pesiar tercatat sebagai pengunjung, namun tidak menginap di hotel karena bermalam di kapal.

Di sisi lain, pertumbuhan vila tak berizin dan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat turut memperburuk situasi. Wilayah Nusa Dua menjadi salah satu kawasan yang paling terdampak, dengan penurunan okupansi mencapai 10 hingga 12 persen.

Meski demikian, kawasan seperti Sanur dan Ubud dinilai masih stabil. Namun, PHRI Bali tetap meminta perhatian serius dari pemerintah pusat untuk mengatur ulang kebijakan investasi asing serta melakukan penertiban terhadap akomodasi ilegal yang menggerus daya saing hotel lokal. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews