Tambang Ilegal di Unmul Belum Ada Tersangka, Banjir Semakin Parah

Tambang Ilegal di Unmul Belum Ada Tersangka, Banjir Semakin Parah

SAMARINDA – Kasus tambang ilegal yang terjadi di lahan seluas 3,2 hektare milik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda hingga kini belum menemui titik terang. Dua bulan sejak kasus ini diselidiki, belum ada satu pun tersangka yang berhasil ditetapkan. Rustam, dosen Fakultas Kehutanan Unmul sekaligus saksi kunci dalam kasus ini, menyebut bahwa aparat masih mengalami kesulitan menangkap pelaku utama yang mengoperasikan alat berat di lokasi tambang ilegal tersebut.

Rustam menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan di area tambang terus bertambah parah. Bekas galian yang tidak direklamasi kini menampung air hujan dan membentuk kolam besar. Kondisi ini memperbesar risiko banjir di kawasan hutan yang sebelumnya sudah rawan.

“Kalau kemarin janjinya DPRD dua minggu sudah dapat tersangkanya. Sekarang belum berproses,” ujar Rustam, Selasa (03/06/2025).

Ia juga mengungkapkan bahwa pihaknya baru menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SP2HP) dari Polda Kaltim pada minggu lalu, menandai kenaikan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan.

Dari pihak Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK), Rustam menerima SP2HP lebih awal, sekitar dua minggu sebelumnya. Namun, ia mengeluhkan kesulitan yang dialami baik oleh Gakkum maupun Polda Kaltim untuk menangkap saksi kunci yang merupakan pemilik alat berat.

“Kalau Gakkum belum ada kontak lebih lanjut. Mereka juga kesulitan menangkap dua saksi kunci. Polisi yang harus menangkap pemilik alat berat,” ujar Rustam.

Sebagai saksi kunci sekaligus Kepala Kartekan PSLH Unmul, Rustam ikut menerima SP2HP sebagai tanda kelanjutan penyidikan.

Di sisi lain, curah hujan yang tinggi di Samarinda belakangan ini membuat dampak dari aktivitas tambang ilegal semakin terlihat. Lubang-lubang bekas tambang kini berubah menjadi kolam air yang luas.

“Gak ada perubahan kontur tanah yang jelas. Sekarang air tertampung di lubang bekas tambang, jadi seperti kolam,” kata Rustam.

Ia menambahkan, kondisi tersebut memperburuk potensi banjir di sekitar kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), terutama di tanjakan dekat area tersebut.

“Hutan yang dibuka seharusnya menyimpan air, sekarang air mengalir deras ke kolam dan turun ke jalan di tanjakan pemancingan. Itu yang menyebabkan banjir besar kemarin,” jelasnya.

Sampai saat ini, penegakan hukum terhadap kasus tambang ilegal ini masih berjalan lamban, sementara kerusakan lingkungan dan risiko banjir semakin nyata mengancam wilayah Samarinda. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews