Gadai HP demi Ujian, Kepsek Dicopot Dari Jabatannya

Gadai HP demi Ujian, Kepsek Dicopot Dari Jabatannya

ROKAN HULU – Seorang siswa kelas X di SMK Negeri 1 Bangun Purba, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, berinisial RL, hampir tak dapat mengikuti ujian kenaikan kelas pada Senin (02/06/2025) lantaran belum membayar uang praktik senilai Rp240.000. Keterbatasan ekonomi yang melanda keluarganya memaksanya mengambil langkah ekstrem, menggadaikan ponsel pribadinya demi memperoleh dana agar bisa ikut ujian.

RL, yang sejak empat tahun lalu ditinggal ayahnya, hanya tinggal bersama ibunya yang menjadi satu-satunya penopang hidup keluarga. Pagi itu, RL berangkat ke sekolah dengan semangat mengikuti ujian, namun ditolak mengikuti ujian karena belum menerima kartu ujian dari pihak sekolah. Ia pun pulang dan meminta bantuan sang ibu, namun sang ibu tak mampu menyediakan uang tersebut.

“Air matanya jatuh saat tahu Ibu tak punya uang. Kami benar-benar sedang susah,” ujar sang kakak, Arles Lubis, saat dihubungi pada Rabu (04/06/2025).

Tak ingin kehilangan kesempatan ujian, RL diam-diam pergi menggadaikan handphone miliknya. Dari hasil gadai itu, ia mendapatkan Rp100.000 uang yang digunakan untuk mencicil tunggakan praktik.

“Kami tidak tahu dia menggadaikan HP. Dia melakukannya diam-diam. Kami sangat terpukul,” kata Arles, yang menyayangkan sikap sekolah yang menurutnya tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi siswa.

Kasus ini menjadi perhatian publik setelah Arles melaporkannya kepada media. Tak lama, Dinas Pendidikan Provinsi Riau turun tangan. Pelaksana Harian Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Bangun Purba, Habibi, memberikan klarifikasi bahwa pihak sekolah tidak pernah mengusir siswa karena tunggakan.

“Sekolah tidak pernah menyuruh siswa yang belum menyelesaikan administrasi untuk pulang,” ujar Habibi kepada media.

Namun, Dinas Pendidikan Riau menilai ada pelanggaran dalam kebijakan yang diterapkan sekolah. Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Riau, Erisman Yahya, menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang membolehkan sekolah memungut biaya semacam itu kepada siswa.

“Sekolah sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Mengapa masih membebani siswa? Ini tidak bisa ditoleransi,” tegas Erisman.

Sebagai bentuk tindak lanjut, kepala sekolah dicopot dari jabatannya dan tim investigasi diturunkan ke lokasi untuk menelusuri fakta lebih lanjut.

Kasus RL menjadi sorotan publik dan membuka kembali diskusi soal pungutan sekolah di tengah kondisi ekonomi banyak keluarga yang belum pulih sepenuhnya. Pemerintah diharapkan dapat memperkuat pengawasan agar insiden serupa tak kembali terjadi. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews