Ribuan Warga Masih Mengungsi Akibat Erupsi Lewotobi

Ribuan Warga Masih Mengungsi Akibat Erupsi Lewotobi

FLORES TIMUR – Ribuan warga masih hidup dalam ketidakpastian setelah erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hingga Sabtu (14/06/2025), tercatat sebanyak 4.007 jiwa dari enam desa terdampak masih berada di pengungsian.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Flores Timur, Heronimus Lamawuran, menyampaikan bahwa para penyintas berasal dari Desa Klatanlo, Hokeng Jaya, Boru, Nawokote, Dulipali, dan Nobo.

“Saat ini jumlah pengungsi sebanyak 4.007 jiwa,” ujar Heronimus dalam keterangannya, Sabtu pagi.

Para pengungsi tersebar di berbagai lokasi: 1.412 jiwa berada di empat posko pengungsian resmi, 1.817 jiwa tinggal di hunian sementara yang disiapkan pemerintah, dan 2.595 lainnya mengungsi secara mandiri di rumah-rumah warga di kecamatan sekitar.

Wilayah yang menjadi tujuan pengungsian meliputi Kecamatan Wulanggitang, Ilebura, Titehena, dan Demon Pagong. Warga memilih bertahan di luar rumah mereka karena hingga kini Gunung Lewotobi Laki-laki masih berada pada status Level III (Siaga).

Pemerintah daerah berupaya mempercepat penanganan jangka panjang. Akses jalan ke kawasan Noboleto, yang akan dijadikan lokasi hunian tetap, telah dibuka. Heronimus menegaskan bahwa tahap pembangunan hunian akan segera dimulai.

“Setelah jalan masuk ke Noboleto selesai, pembangunan rumah tetap akan segera dilaksanakan,” katanya.

Dari sisi aktivitas vulkanik, pos pengamatan mencatat adanya sejumlah gempa yang mengindikasikan masih aktifnya gunung tersebut. Dalam periode pengamatan Sabtu dini hari, tercatat satu kali gempa tremor non harmonik, dua kali gempa hybrid, dua kali gempa vulkanik dalam, serta dua kali gempa tektonik jauh.

Visual gunung menunjukkan kondisi berkabut, dan meskipun asap kawah tidak teramati, aliran lava masih berlangsung. Laporan menyebut endapan lava mengarah ke barat dan barat laut sejauh 3.800 meter, serta ke timur laut sejauh 4.340 meter dari pusat letusan.

Masyarakat diimbau untuk tetap menjauh dari area berbahaya dalam radius 6 kilometer dari kawah aktif. Pemerintah juga menekankan pentingnya kewaspadaan, sembari memastikan distribusi logistik dan layanan kesehatan tetap berjalan di pengungsian.

Sementara itu, banyak warga mengaku kesulitan mengakses air bersih dan kebutuhan dasar lainnya. Sebagian harus berjalan kaki hingga tiga kilometer untuk mendapatkan air layak konsumsi, menunjukkan bahwa dukungan logistik dan infrastruktur masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah maupun pusat. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews