Mahasiswa Bengkulu Protes Kenaikan Pajak Kendaraan

Mahasiswa Bengkulu Protes Kenaikan Pajak Kendaraan

BENGKULU – Gelombang penolakan terhadap kebijakan kenaikan pajak kendaraan bermotor semakin menguat di Bengkulu. Kali ini, suara keberatan datang dari kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Bumi Rafflesia (GMBR), yang menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Bengkulu, Senin (16/06/2025).

Aksi tersebut menjadi bentuk kekecewaan terhadap Pemerintah Provinsi Bengkulu yang dinilai tidak sigap dalam merespons dampak pemberlakuan opsen pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Mahasiswa menyoroti ketidaksesuaian antara slogan “Bantu Rakyat” milik Gubernur Helmi Hasan dengan kenyataan di lapangan.

“Pemerintah pusat memang mengatur opsen pajak, tapi pemerintah daerah masih bisa mengambil langkah-langkah untuk meringankan beban rakyat,” tegas Sandyya, Ketua PKC PMII Bengkulu.

Mahasiswa mengkritik minimnya langkah cepat dari Gubernur Bengkulu dalam menanggulangi kenaikan pajak yang dinilai terlalu tinggi. Mereka mengusulkan dua pendekatan yang bisa dilakukan oleh pemimpin daerah untuk meredam gejolak menunda pemberlakuan opsen pajak seperti kebijakan sebelumnya oleh Plt Gubernur Rosjonsyah, atau merevisi Perda Nomor 7 Tahun 2023.

“Surat permohonan gubernur ke DPRD itu tidak ada meminta revisi pasal opsen PKB dan BBNKB,” ujar Sandyya, mengkritik isi surat gubernur yang dianggap tidak menyentuh substansi permasalahan.

Mahasiswa juga menyampaikan keluhan masyarakat yang terdampak langsung akibat kenaikan tarif pajak. Salah satu peserta aksi mencontohkan pengalamannya sendiri.

“Pajak motor saya sebelumnya Rp 260 ribu, naik jadi Rp 430 ribu. Kalau gubernur serius mau bantu rakyat, seharusnya tidak tinggal diam,” ucapnya.

Dalam orasinya, mahasiswa menuntut agar pemerintah provinsi mencontoh daerah lain yang dianggap lebih proaktif, seperti Sumatera Selatan.

“Provinsi Sumsel tidak mengalami gejolak karena mereka sudah lebih dulu mengambil langkah antisipasi,” kata seorang mahasiswa.

Kenaikan opsen pajak sendiri berlandaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), yang memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) melalui opsen atas PKB, BBNKB, dan pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).

Namun, setelah masa transisi yang diatur melalui Surat Edaran Mendagri pada Desember 2024 dan masa keringanan pajak yang berlaku hingga Mei 2025, pemberlakuan tarif penuh opsen justru memicu keresahan. Kurangnya sosialisasi dan lambannya respons dari pihak eksekutif dianggap sebagai pemicu utama gejolak yang kini mencuat ke permukaan. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews