BANDAR LAMPUNG – Upaya pencarian terhadap Saepul (38), nelayan asal Desa Keteguhan, Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung, yang sempat hilang usai insiden perahu terbalik di Muara Cikaso, akhirnya membuahkan hasil. Sayangnya, korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa pada Rabu (18/06/2025) pagi.
“Korban kedua atas nama Saepul ditemukan oleh unsur SAR gabungan dalam kondisi meninggal dunia pada Rabu (18/6) sekitar pukul 08.10 WIB, setelah sebelumnya dinyatakan hilang pada saat kejadian,” ujar Koordinator Pos SAR Sukabumi, Suryo Adianto, dalam keterangan tertulis yang diterima media.
Proses pencarian dilakukan dalam tiga metode berbeda. Tim pertama menggunakan perahu nelayan untuk menyisir permukaan laut, tim kedua melakukan penyisiran pesisir pantai secara visual, sedangkan tim ketiga memanfaatkan drone guna mendapatkan pandangan dari udara.
Hasilnya, Saepul ditemukan di pesisir pantai sejauh 9 kilometer dari lokasi awal kejadian, menunjukkan kuatnya arus laut yang membawa tubuh korban jauh dari titik perahu terbalik.
Peristiwa nahas ini terjadi pada Selasa pagi (17/06/2025), sekitar pukul 08.30 WIB, di kawasan Muara Cikaso, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dua orang nelayan yang hendak melaut mengalami musibah setelah perahu mereka dihantam gelombang tinggi.
Korban pertama, Ijang (45), warga Cikadu, Desa Sumberjaya, ditemukan lebih dahulu dalam keadaan meninggal dunia. Keduanya diketahui berangkat dari dermaga eks PT SBP menuju perairan terbuka untuk mencari ikan. Namun, di tengah perjalanan, perahu mereka mengalami kebocoran. Dalam upaya kembali ke daratan melalui Muara Cikaso, mereka justru dihantam gelombang tinggi yang menyebabkan perahu terbalik.
Kejadian ini menambah daftar panjang insiden kecelakaan laut yang melibatkan nelayan tradisional di tengah cuaca ekstrem yang kerap tak terprediksi.
Cuaca laut yang tidak bersahabat, terutama gelombang tinggi, menjadi ancaman nyata bagi para nelayan kecil yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut. Minimnya sistem peringatan dini serta kurangnya alat keselamatan di kapal-kapal kecil semakin meningkatkan risiko kehilangan nyawa.
Meski berbagai upaya telah dilakukan, peristiwa ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap nelayan melalui pelatihan keselamatan, distribusi alat pelindung diri, serta sistem komunikasi darurat yang efektif. Tragedi ini seharusnya menjadi panggilan bagi pemerintah daerah dan pusat untuk memperkuat kebijakan perlindungan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim dan bahaya laut yang semakin meningkat. []
Diyan Febriana Citra.