DEPOK – Proses hukum terhadap Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Harjamukti, Tony Simanjuntak (45), memasuki babak baru. Ia segera menjalani persidangan setelah berkas perkara dugaan penganiayaan dan kepemilikan senjata ilegal dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok.
Kejari Depok secara resmi telah menerima pelimpahan tahap II dari penyidik Polres Metro Depok. “Kejari Depok telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) dari penyidik Polres Metro Depok atas nama tersangka Tony Simanjuntak pada tanggal 17 Juni 2025,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M Arief Ubaidillah, Rabu (18/06/2025).
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa proses hukum kini berada di tangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk selanjutnya disidangkan di Pengadilan Negeri Depok. Langkah ini diambil setelah JPU menyatakan bahwa berkas perkara telah memenuhi syarat formil dan materiil atau telah P-21.
Menurut Ubaidillah, kejaksaan akan segera menyusun surat dakwaan dan menyiapkan proses penuntutan secara profesional dan transparan.
“Untuk kepentingan proses hukum yang berkeadilan dan menjaga hak-hak semua pihak, termasuk korban,” ujarnya.
Tony dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, serta Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata api ilegal, dalam hal ini jenis air gun Pietro Baretta Gardone.
Peristiwa yang menyeret Tony ke ranah hukum terjadi pada 23 Desember 2024. Saat itu, seorang operator ekskavator berinisial AK tengah bekerja melakukan pemagaran atas nama PT PP di kawasan sengketa. Namun, aktivitas itu dihentikan secara paksa oleh Tony, yang disebut menodongkan senjata ke arah korban.
“Ketika korban dan beberapa karyawan dari PT PP tiba-tiba sudah dihadang oleh tersangka Tony. Lalu, tersangka Tony mengeluarkan senjata airgun,” jelas seorang pejabat kepolisian, Prasetyo.
Lebih lanjut, Tony bahkan disebut menembakkan senjata tersebut sebanyak tiga kali. Salah satu pelurunya mengenai lutut korban. Bukannya kooperatif, Tony justru menghindari pemeriksaan polisi setelah kejadian itu.
Insiden ini berkembang ke arah tindakan yang lebih ekstrem. Saat polisi hendak menangkap Tony pada Jumat dini hari, 18 April 2025, terjadi perlawanan. Bahkan, ia diduga kuat menjadi aktor intelektual yang menginstruksikan pembakaran mobil petugas melalui sambungan video call.
“Yang pertama sekali menyuruh melakukan pembakaran mobil petugas tersebut adalah TS melalui videocall dengan RS (DPO), THS (DPO), dan disaksikan oleh OE alias AR,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, pada Senin (21/04/2025).
Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan Tony ini mendapat sorotan luas, terutama karena melibatkan unsur kepemimpinan dalam organisasi kemasyarakatan yang seharusnya menjadi bagian dari stabilitas sosial. Kejaksaan Negeri Depok menegaskan bahwa pihaknya akan memproses perkara ini tanpa pandang bulu demi menegakkan supremasi hukum. []
Diyan Febriana Citra.