Kerbau Kiai Slamet Pimpin Kirab 1 Suro di Solo

Kerbau Kiai Slamet Pimpin Kirab 1 Suro di Solo

SOLO – Malam 1 Suro di Keraton Surakarta Hadiningrat kembali menjadi magnet perhatian masyarakat. Seiring bergulirnya penanggalan Jawa yang memasuki tahun baru, prosesi kirab pusaka kembali digelar pada Kamis (26/06/2025) malam. Tradisi sakral yang lekat dengan nilai spiritual ini berlangsung khidmat, dengan lima ekor kerbau Kiai Slamet menjadi cucuk lampah atau pembuka barisan kirab.

Kirab pusaka dimulai tepat pukul 23.59 WIB. Lima kerbau yang dianggap suci oleh masyarakat setempat itu dilepas dari kandang karantina menuju halaman Kori Kamandungan Keraton Solo. Ketika tiba, mereka diberi ketela sebagai penenang sebelum memulai perjalanan mengelilingi kota. Tidak sekadar simbol, keberadaan kerbau Kiai Slamet diyakini membawa perlambang kesejahteraan dan ketenteraman bagi warga.

Prosesi kirab berlangsung dengan iring-iringan para abdi dalem dan tokoh penting Keraton. Putra mahkota Keraton Solo, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Sudibyo Rojoputro Nalendra, turut dalam barisan kirab. Acara juga dihadiri sejumlah pejabat daerah seperti Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi, Wali Kota Solo Respati Ardi, dan Wakil Wali Kota Astrid Widayani.

Rute kirab dimulai dari kompleks keraton dan melintasi sejumlah ruas jalan utama di Kota Solo, seperti Jalan Supit Urang, Alun-alun Utara, Jalan Pakubuwono, Jenderal Sudirman, Kapten Mulyadi, Veteran, hingga kembali ke kompleks Keraton.

Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, KPA H Dany Nur Adiningrat, menjelaskan bahwa kirab pusaka diawali dengan ritual wilujengan atau doa bersama.

“Doa dipanjatkan untuk keselamatan Keraton Solo dan bangsa Indonesia,” ujarnya. Menurutnya, doa tersebut juga mencakup harapan bagi keselamatan Sinuhun Pakubuwono XIII, keluarga besar keraton, abdi dalem, hingga seluruh rakyat Indonesia demi keutuhan NKRI.

Tradisi malam 1 Suro bukan sekadar atraksi budaya, melainkan refleksi spiritual dan penghormatan terhadap leluhur. Karenanya, aturan ketat diterapkan untuk menjaga kekhidmatan acara. Para pengunjung diimbau untuk mengenakan pakaian sopan dan tidak mencolok.

“Karena cucuk lampah terdepan itu mahesa Kiai Slamet, otomatis dihindari untuk pakaian warna merah atau warna yang mencolok,” kata Dany.

Selain itu, penggunaan lampu flash kamera saat memotret juga dilarang keras. “Tidak boleh pakai flash karena akan membuat kerbau terkejut (kaget),” tambahnya.

Antusiasme masyarakat Solo dan wisatawan yang menyaksikan kirab menjadi bukti bahwa tradisi ini masih hidup dan mengakar kuat. Setiap langkah kirab menjadi penanda kesinambungan antara masa lalu dan masa kini, mempertegas posisi Keraton Solo sebagai penjaga budaya Jawa yang adiluhung. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews