DENPASAR — Pemerintah Provinsi Bali semakin memperkuat langkah menuju kemandirian energi berbasis sumber bersih. Komitmen ini tercermin dari rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) yang akan dimulai pada 2026, serta pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap sebagai pelengkap strategi transisi energi.
Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan, Bali tidak dapat terus-menerus bergantung pada pasokan listrik dari luar pulau, terutama dari sistem kelistrikan Jawa-Bali yang saat ini menyuplai 350 megawatt (MW) dari Paiton. Dalam rapat dengan DPRD Bali, Senin (30/06/2025), ia menyampaikan bahwa ketergantungan terhadap sumber eksternal, apalagi berbasis batu bara, menimbulkan risiko besar bagi keamanan pasokan dan lingkungan Bali.
“Saya ingin melaporkan, tahun 2026 akan dibangun pembangkit listrik berbasis bahan bakar gas di Pesanggaran. Kemudian pada 2027, PLTG berkapasitas 450 MW akan dibangun di Gianyar, dan selanjutnya dua unit berkapasitas masing-masing 450 MW di Celukan Bawang, Buleleng. Totalnya akan ada tambahan 1.550 MW berbasis gas, bukan batu bara,” tegas Koster.
Ia juga menjelaskan bahwa proyek ini telah selaras dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN dan mendapat persetujuan dari Menteri ESDM. Komunikasi dengan Direksi PLN dan SKK Migas juga sudah dilakukan untuk menyelaraskan pelaksanaan teknis di lapangan. Bahkan, Pemprov Bali tengah merancang pembentukan BUMD energi sebagai entitas pengelola agar pembangunan lebih terarah dan berkelanjutan.
Selain PLTG, Gubernur Koster juga memaparkan rencana integratif pengembangan energi surya melalui PLTS atap yang ditargetkan mencapai kapasitas 500 MW. Program ini menyasar kantor pemerintahan, perumahan, hotel, restoran, serta fasilitas publik lainnya.
“Kalau ini berhasil, Bali benar-benar mandiri karena sumber energinya dari matahari. Ditambah dengan potensi air dan gelombang laut, maka Bali akan memiliki struktur energi yang kuat dan berkelanjutan,” kata Koster.
Ia menekankan bahwa keberlanjutan tidak hanya bicara soal pasokan, tapi juga tentang keberanian mengambil langkah terukur untuk lepas dari ketergantungan terhadap energi fosil, terutama batu bara.
Menurutnya, penyaluran listrik melalui kabel bawah laut dari Jawa ke Bali pun rawan gangguan. Selain risiko teknis akibat arus laut dan lalu lintas pelayaran, ketergantungan ini juga mencederai semangat Bali sebagai provinsi yang konsisten dengan prinsip energi ramah lingkungan.
“Karena itu saya bersikukuh untuk menolak rencana penambahan suplai listrik dari Paiton. Itu adalah ancaman ke depan buat Bali,” ujarnya.
Dengan implementasi PLTG secara bertahap mulai 2026 hingga 2029, didukung inisiatif PLTS atap, Bali menatap masa depan yang lebih hijau, mandiri, dan berdaulat dalam sektor energi. []
Diyan Febriana Citra.