Kaltim Hadapi Tantangan Regenerasi Bahasa Ibu

Kaltim Hadapi Tantangan Regenerasi Bahasa Ibu

SAMARINDA – Ketua Harian Dewan Kesenian Kalimantan Timur, Hamdani, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam pelestarian budaya di wilayah tersebut adalah regenerasi bahasa ibu. Menurutnya, sejumlah bahasa daerah dari sub-etnis Dayak di Kalimantan Timur menghadapi ancaman kepunahan karena semakin sedikitnya penutur aktif, terutama dari kalangan generasi muda.

“Sejumlah bahasa daerah dari berbagai sub-etnis Dayak di Kaltim terancam punah atau bahkan sudah punah akibat minimnya penutur dan generasi muda yang tidak lagi menggunakan bahasa warisan leluhur mereka dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Hamdani dalam pernyataan di Samarinda, Jumat (tanggal sesuai konteks).

Hamdani menuturkan bahwa Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur telah melakukan inventarisasi terhadap bahasa-bahasa yang hampir punah maupun yang sudah tidak lagi digunakan. Sebagian besar berasal dari sub-sub etnis Dayak seperti Dayak Punan, Dayak Basap, Kenyah, dan Bahau, yang memiliki keragaman kosakata serta struktur bahasa yang kompleks.

Ia menjelaskan bahwa rendahnya minat generasi muda untuk mewarisi dan memakai bahasa ibu menjadi penyebab utama menurunnya jumlah penutur. Selain itu, perbedaan dialek dan kosakata antar sub-etnis juga menyulitkan komunikasi lintas kelompok, meskipun bahasa mereka memiliki kemiripan.

“Akibatnya, ketika bertemu dalam acara masyarakat Dayak dari berbagai sub-etnis cenderung memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar,” ujarnya.

Selain bahasa, objek pemajuan kebudayaan lainnya yang turut menghadapi risiko punah adalah manuskrip atau catatan sejarah. Hamdani menyebutkan bahwa catatan-catatan penting tersebut kini hampir tidak ditemukan lagi, bahkan di beberapa wilayah tidak tersisa sama sekali.

“Salah satu faktor penyebabnya adalah suku-suku di Kalimantan Timur ini secara tradisional tidak memperhatikan aksara. Ini menjadi kelemahan besar dalam mendokumentasikan bahasa daerah dan tulisan-tulisan masa lalu,” jelasnya.

Menyikapi kondisi ini, Dewan Kesenian Kalimantan Timur berupaya aktif dalam mendokumentasikan serta mengarsipkan budaya lokal. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah penerbitan buku pada tahun 2022 yang mengulas berbagai aspek kebudayaan Kalimantan Timur. Buku tersebut diharapkan dapat menjadi referensi sekaligus upaya edukasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda.

Menurut Hamdani, pelestarian bahasa dan budaya lokal tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah daerah, tokoh adat, lembaga pendidikan, serta peran aktif masyarakat untuk mendorong revitalisasi bahasa daerah dan menjaga kekayaan budaya agar tetap hidup dan dikenali hingga masa depan.[]

Putri Aulia Maharani

Berita Daerah