MEDAN – Penyelidikan intensif kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) terus dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Rabu (02/07/2025), tim penyidik melakukan penggeledahan lanjutan di rumah pribadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) nonaktif, Topan Ginting, yang berada di Komplek Royal Sumatera, Jalan Jamin Ginting, Kota Medan.
Penggeledahan ini merupakan bagian dari proses pengumpulan bukti atas keterlibatan Topan Ginting dalam perkara korupsi proyek jalan yang diduga merugikan keuangan negara dalam skala besar. Sebelumnya, Topan telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus ini yang juga menyeret nama-nama pejabat lain di lingkungan Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara.
Suasana di lokasi penggeledahan tampak dijaga ketat. Sebanyak tujuh mobil pribadi warna hitam dan dua unit mobil patroli milik kepolisian terlihat berjajar di depan rumah. Sejumlah petugas berseragam, termasuk anggota polisi bersenjata lengkap, turut mengamankan proses penggeledahan tersebut.
Salah seorang petugas di lokasi sempat mengonfirmasi bahwa tim KPK tengah menunggu akses masuk ke rumah. “KPK lagi menunggu orang rumah Topan,” ucapnya singkat kepada awak media.
Sebelumnya, pada Selasa (01/07/2025), KPK juga menyisir sejumlah lokasi strategis lainnya, termasuk kantor Dinas PUPR Sumut di Jalan Sakti Lubis, Kota Medan. Dari lokasi tersebut, tim penyidik melanjutkan penggeledahan ke rumah dinas sementara Topan Ginting di Jalan Busi. Dalam penggeledahan tersebut, terlihat tim membawa satu koper besar berwarna biru berukuran 28 inci yang diduga berisi dokumen penting atau barang bukti lainnya.
Meski belum ada pernyataan resmi dari KPK terkait temuan dalam penggeledahan hari ini, langkah penyisiran yang dilakukan menunjukkan bahwa KPK tengah menelusuri lebih dalam jaringan dan aliran dana yang terkait kasus tersebut.
Proyek pembangunan jalan yang menjadi pokok perkara ini sebelumnya telah mendapatkan sorotan publik, karena adanya indikasi mark-up anggaran serta praktik suap yang melibatkan berbagai pihak. Masyarakat pun berharap KPK dapat menuntaskan kasus ini secara transparan dan menyeluruh.
Kasus ini menjadi perhatian nasional karena melibatkan pejabat daerah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap pembangunan infrastruktur publik, namun justru diduga menyalahgunakan kewenangan demi keuntungan pribadi. []
Diyan Febriana Citra.