JAKARTA — Ketegangan konflik di Ukraina kembali meningkat setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengerahkan lebih dari 110.000 personel militer ke wilayah timur Ukraina, terutama di sekitar Pokrovsk, Donetsk. Ini menjadi salah satu eskalasi militer terbesar sejak awal invasi pada 2022.
Mengutip laporan CNN Internasional pada Minggu (29/6/2025), Putin menegaskan ambisinya atas Ukraina dengan menyebut rakyat Rusia dan Ukraina sebagai “satu bangsa”. Ia menyatakan, “seluruh Ukraina adalah milik kita”, dalam pernyataan yang disebut sebagai upaya membenarkan invasi tanpa dasar hukum.
Meski pasukan Rusia terus melancarkan serangan, militer Ukraina tetap melakukan perlawanan dan berhasil menahan laju di beberapa titik. Panglima Tertinggi Ukraina, Jenderal Oleksandr Syrskyi, mengungkapkan bahwa terjadi lebih dari 50 bentrokan setiap hari di kawasan itu. Kekuatan militer Rusia dilaporkan meningkat tajam dari sekitar 70.000 personel pada Desember 2024 menjadi lebih dari 110.000 saat ini.
Di wilayah lain seperti Sumy dan perbatasan Donetsk-Dnipropetrovsk, pasukan Ukraina menghadapi tekanan berat. Beberapa desa, termasuk Zirka, dilaporkan jatuh ke tangan Rusia. Analis dari platform DeepState menyebut situasi ini sebagai “runtuhnya pertahanan Ukraina secara cepat”.
Namun, Institut Studi Perang mencatat bahwa meski Rusia melakukan serangan berskala besar, pencapaian strategis tetap terbatas. Ambisi Moskow menguasai sepenuhnya wilayah Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson dinilai akan memakan waktu bertahun-tahun.
Selain serangan infanteri, medan tempur juga didominasi oleh perang teknologi, terutama penggunaan pesawat nirawak (drone). Ukraina melancarkan serangan udara menggunakan drone jarak jauh, bahkan berhasil merusak pangkalan udara strategis Rusia di Krimea.
Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, mengatakan pihaknya menyesuaikan strategi pertahanan untuk menghadapi serangan Rusia yang semakin tidak konvensional, seperti kelompok kecil bersenjata ringan yang bergerak dengan sepeda motor dan dilindungi drone pengintai.
“Pertahanan kami kini tersembunyi dan menyatu dengan lingkungan untuk menghindari deteksi,” jelas Umerov.
Rusia sendiri meningkatkan produksi drone Shahed, hasil kerja sama dengan Iran, untuk menyerang kota-kota besar Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut bahwa pada malam Minggu, ada lebih dari 470 drone menyerang wilayahnya, disertai 60 rudal dari berbagai jenis.
Menurut Umerov, Rusia diperkirakan mengerahkan hingga 500 drone setiap malam dalam serangan intensif untuk menguras kemampuan pertahanan udara Ukraina. Bahkan, dalam sepekan terakhir, lebih dari 23.000 drone kamikaze telah dikerahkan ke garis depan.
Di sisi lain, Ukraina mempercepat produksi ribuan drone jarak jauh untuk menyerang sasaran di dalam wilayah Rusia. Negara tersebut juga kembali meminta bantuan sistem pertahanan udara tambahan, termasuk rudal Patriot dari negara-negara Barat.
“Ini bukan sekadar pertempuran senjata, melainkan juga pertarungan algoritma dan kecerdasan. Rusia terus memperbarui strategi, dan kami harus mampu beradaptasi lebih cepat,” ujar Umerov.
Ketegangan ini menunjukkan bahwa konflik Rusia-Ukraina belum akan mereda dalam waktu dekat, dengan skenario medan tempur yang kini didominasi oleh kecanggihan teknologi dan pola perang asimetris.[]
Putri Aulia Maharani