JAKARTA — Perekonomian Jerman, yang merupakan kekuatan utama di kawasan Eropa, menghadapi tekanan serius dengan meningkatnya angka kebangkrutan perusahaan dalam enam bulan pertama tahun 2025. Berdasarkan data terbaru yang dirilis lembaga riset ekonomi Creditreform, sebanyak 11.900 perusahaan tercatat bangkrut hingga akhir Juni 2025.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan 9,4% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Fenomena ini mempertegas kondisi ekonomi Jerman yang tengah terjebak dalam krisis struktural dan belum menunjukkan tanda pemulihan yang signifikan.
“Jerman masih berada dalam krisis ekonomi dan struktural yang dalam,” ujar Kepala Ekonom Creditreform, Patrik-Ludwig Hantzsch, dikutip dari TRT World, Jumat (27/6/2025).
Menurut Hantzsch, kombinasi dari melemahnya permintaan pasar, baik domestik maupun global, serta kenaikan biaya operasional dan kesulitan dalam mengakses pembiayaan, menjadi faktor utama di balik lonjakan kebangkrutan ini. Ia menambahkan, banyak perusahaan telah kehabisan cadangan keuangan, sementara perbankan mulai mengetatkan syarat pemberian kredit.
“Negara ini telah mengalami resesi selama dua tahun berturut-turut dan belum ada sinyal pemulihan dalam waktu dekat,” imbuhnya.
Dampak dari fenomena ini meluas hingga ke sektor ketenagakerjaan. Diperkirakan sebanyak 141.000 pekerja terdampak akibat tutupnya berbagai perusahaan besar, atau meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya. Situasi ini turut membebani sistem jaminan sosial negara yang sebelumnya telah menghadapi tekanan akibat perlambatan pertumbuhan.
Krisis juga merembet ke tingkat rumah tangga. Creditreform mencatat peningkatan jumlah kebangkrutan pribadi sebesar 6,6%, dengan total kasus mencapai sekitar 37.700. Kenaikan ini didorong oleh inflasi, pemutusan hubungan kerja massal, serta lonjakan biaya hidup.
Meski pemerintah Jerman telah merancang paket investasi senilai 500 miliar euro yang diharapkan mampu mendorong pemulihan mulai tahun 2026, para analis menilai bahwa langkah tersebut memerlukan waktu untuk berdampak nyata di lapangan.
Gelombang kebangkrutan ini menambah daftar panjang tantangan ekonomi yang harus dihadapi oleh Jerman, sekaligus menjadi sinyal peringatan bagi negara-negara Uni Eropa yang masih bergantung pada stabilitas ekonomi Berlin.[]
Putri Aulia Maharani