JAKARTA – Pemerintah Thailand dan Kamboja akhirnya mencapai kesepakatan untuk menarik pasukan dari wilayah perbatasan yang selama ini menjadi sumber ketegangan militer. Keputusan ini diumumkan usai insiden bentrokan bersenjata pada akhir Mei lalu yang menewaskan seorang tentara Kamboja.
Kekerasan di sepanjang garis perbatasan kedua negara bukanlah hal baru. Sejak 2008, konflik bersenjata sporadis telah terjadi dan menelan sedikitnya 28 korban jiwa. Ketegangan terbaru muncul pada 28 Mei 2025 di kawasan yang dikenal sebagai “Segitiga Zamrud”, yaitu titik pertemuan antara wilayah Thailand, Kamboja, dan Laos.
Dalam upaya meredam eskalasi, perwakilan militer dari kedua negara bertemu pada Minggu (08/06/2025) dan sepakat untuk melakukan reposisi pasukan.
“Kedua belah pihak telah sepakat untuk bersama-sama menyesuaikan pasukan militer di titik-titik konflik untuk mengurangi suasana konfrontasi,” tulis Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, melalui akun X miliknya. Ia juga menyatakan bahwa pembicaraan lanjutan akan digelar pada 14 Juni 2025 mendatang.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Kamboja mengonfirmasi bahwa militer kedua negara telah “memutuskan untuk menyesuaikan kekuatan kedua belah pihak, untuk kembali ke posisi yang tepat guna mengurangi konfrontasi”.
Mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, yang masih memiliki pengaruh besar di panggung politik dalam negeri, turut angkat bicara. Ia menyatakan bahwa penyesuaian kekuatan melalui pendekatan damai adalah langkah yang penting.
“Saling pengertian penting untuk menghindari bentrokan kekerasan berskala besar,” ujarnya.
Thailand dan Kamboja memiliki sejarah panjang sengketa perbatasan. Garis batas sepanjang lebih dari 800 kilometer itu ditetapkan saat kawasan Indochina masih berada di bawah kekuasaan kolonial Prancis. Persoalan tapal batas ini kembali mencuat dalam beberapa tahun terakhir.
Perdana Menteri Kamboja saat ini, Hun Manet, pada 2 Juni 2025 lalu menyatakan bahwa pemerintahnya akan mengajukan pengaduan ke Mahkamah Internasional (ICJ) terkait sengketa tersebut. Meski pada 2013 ICJ telah memutuskan bahwa wilayah sengketa tersebut merupakan milik Kamboja, Thailand hingga kini belum menerima yurisdiksi lembaga peradilan internasional itu.
Langkah penarikan pasukan yang kini diambil kedua negara dianggap sebagai bentuk itikad baik untuk meredakan ketegangan, sekaligus mencegah eskalasi konflik militer di masa mendatang. []
Diyan Febriana Citra.