60 Warga Gaza Tewas Diserang Israel Jelang Dialog Gencatan Senjata

60 Warga Gaza Tewas Diserang Israel Jelang Dialog Gencatan Senjata

JAKARTA – Pada hari Senin (30/6/2025), serangan intensif Israel di Jalur Gaza menewaskan sedikitnya 60 orang, menjadikannya salah satu serangan paling mematikan dalam beberapa pekan terakhir. Serangan ini terjadi bersamaan dengan agenda kunjungan Menteri Urusan Strategis Israel, Ron Dermer, ke Washington.

Dermer, yang dikenal sebagai sekutu dekat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dijadwalkan bertemu pejabat pemerintahan AS untuk membicarakan konflik Gaza dan Iran. Kunjungan ini juga terjadi tak lama setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan upaya gencatan senjata dan pembebasan sandera melalui pernyataan, “Buat kesepakatan di Gaza, dapatkan kembali para sandera.”

Namun, di Gaza, realitas di lapangan jauh dari kata damai. Militer Israel terus mengeluarkan perintah evakuasi kepada warga sipil, terutama di wilayah utara Gaza, yang mendorong gelombang pengungsian besar-besaran. Di tengah kekacauan itu, serangan udara dan tembakan artileri menghantam sekolah, rumah, bahkan sebuah kafe di tepi pantai Kota Gaza. Menurut otoritas kesehatan Palestina, korban tewas mencakup anak-anak, perempuan, dan seorang jurnalis lokal. Serikat Jurnalis Palestina mencatat bahwa lebih dari 220 jurnalis telah terbunuh sejak perang meletus pada Oktober 2023.

Warga Gaza menggambarkan situasi sebagai bencana kemanusiaan. Salah seorang warga bernama Salah menyatakan ledakan terus-menerus membuat bumi terasa berguncang, seakan terjadi gempa. Seorang pengungsi wanita, Amani Swalha, menyesalkan bahwa rakyat Gaza diperlakukan hanya sebagai angka dan gambar di media, bukan sebagai manusia yang punya hak untuk hidup bermartabat.

Sementara itu, di medan diplomasi, belum ada tanda-tanda kesepakatan damai yang konkret. Meski AS telah mengusulkan gencatan senjata 60 hari dan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina, perundingan belum membuahkan hasil. Israel menyatakan siap menerima proposal tersebut, namun menekankan bahwa perang hanya bisa berakhir jika Hamas dibubarkan. Sebaliknya, Hamas menolak perlucutan senjata sebelum ada komitmen Israel untuk mundur dari Gaza dan mengakhiri perang.

Qatar dan Mesir yang berperan sebagai mediator pun terus meningkatkan upaya diplomatik, namun hingga kini belum ada tanggal pasti untuk perundingan baru. Sementara itu, kabinet keamanan Israel masih mengkaji langkah-langkah lanjutan, termasuk potensi kunjungan Netanyahu ke Gedung Putih.

Dengan situasi yang kian memburuk dan tekanan internasional yang terus meningkat, masa depan Gaza masih diliputi ketidakpastian. Warga sipil menjadi korban utama dalam konflik berkepanjangan ini, sementara upaya perdamaian terus terhambat oleh perbedaan tajam antara kedua pihak.[]

Putri Aulia Maharani

Nasional