KPK Periksa ASN Imigrasi dalam Kasus Pemerasan Izin TKA

KPK Periksa ASN Imigrasi dalam Kasus Pemerasan Izin TKA

JAKARTA – Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan pemerasan dalam proses perizinan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terus berlanjut. Pada Kamis (31/07/2025), dua aparatur sipil negara dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Impas) dimintai keterangan sebagai saksi.

Dua ASN tersebut, yakni Renra Hata Galih dan Yuris Setiawan, didalami keterangannya mengenai mekanisme dan alur penerbitan visa untuk tenaga kerja asing (TKA), yang diduga berkaitan erat dengan praktik pemerasan dalam pengurusan izin RPTKA. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis, Kamis (31/07/2025).

KPK mendalami peran lintas sektor dalam dugaan praktik korupsi ini, termasuk keterlibatan pihak-pihak yang secara administratif mengatur lalu lintas dan keberadaan TKA di Indonesia. Tidak hanya ASN, satu orang dari kalangan akademisi turut diperiksa, yakni Subandriyo, dosen antikorupsi dari Akademi Optometri Lepindro.

Meski belum merinci identitas resmi tersangka dari kalangan luar Kemenaker, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam perkara ini sejak awal Juni lalu. Di antara mereka terdapat nama-nama yang sebelumnya menduduki posisi strategis di Kemenaker.

Mereka adalah Suhartono (eks Dirjen Binapenta dan PKK), Haryanto (Dirjen Binapenta periode 2024–2025 sekaligus Staf Ahli Menaker), Wisnu Pramono (eks Direktur PPTKA), Devi Angraeni (Koordinator Uji Kelayakan TKA), Gatot Widiartono (Kasubdit Maritim dan Pertanian), serta tiga staf lainnya yakni Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Semua tersangka telah ditahan oleh KPK sejak pertengahan Juli 2025. Dalam pengembangan penyidikan, KPK mengungkapkan bahwa total uang yang diperoleh dari hasil pemerasan terhadap para pemohon izin RPTKA selama 2019–2024 mencapai Rp 53,7 miliar.

Budi Prasetyo merinci, uang tersebut mengalir ke sejumlah pihak, di antaranya Haryanto menerima sekitar Rp 18 miliar, Putri Citra Wahyoe sebesar Rp 13,9 miliar, Gatot Widiartono Rp 6,3 miliar, Devi Angraeni Rp 2,3 miliar, Wisnu Pramono Rp 580 juta, Alfa Eshad Rp 1,8 miliar, Jamal Shodiqin Rp 1,1 miliar, dan Suhartono Rp 460 juta.

KPK menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas perkara ini dan terus membuka kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang turut terlibat, termasuk dari instansi yang berkaitan langsung dengan proses pengurusan visa TKA.

Langkah penegakan hukum ini diharapkan menjadi peringatan keras terhadap praktik-praktik korupsi lintas sektor yang melemahkan sistem pelayanan publik dan merugikan negara, khususnya dalam pengawasan dan penggunaan tenaga kerja asing. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Kasus Nasional