Harga Minyak Melemah Imbas Tarif AS

Harga Minyak Melemah Imbas Tarif AS

NEW YORK – Ketidakpastian kebijakan perdagangan Amerika Serikat kembali menimbulkan dampak signifikan terhadap pasar energi global. Harga minyak mentah mengalami penurunan tajam setelah Presiden AS Donald Trump mengancam memberlakukan tarif baru terhadap negara-negara mitra dagang yang belum mencapai kesepakatan perdagangan dengan Washington.

Ancaman kebijakan tersebut memunculkan kekhawatiran baru di kalangan investor, pada 1 Agustus. Ketidakpastian ini menimbulkan tekanan psikologis terhadap pasar, yang selama ini sangat sensitif terhadap dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi negara adidaya tersebut.

Minyak mentah Brent ditutup turun sebesar 71 sen atau 0,97 persen menjadi 72,53 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat merosot 74 sen atau 1,06 persen, menetap di posisi 69,26 dolar AS per barel. Pada awal sesi perdagangan, WTI bahkan sempat melemah lebih dari satu dolar AS.

Hingga saat ini, dari 18 mitra dagang utama AS, hanya sekitar dua pertiga yang telah menyepakati perjanjian perdagangan baru dengan pemerintah Trump. Negara-negara yang belum menjalin kesepakatan kini menghadapi tekanan yang lebih besar karena risiko tarif tambahan yang sewaktu-waktu bisa diberlakukan.

Salah satu negara yang menjadi sorotan adalah Meksiko. Presiden Trump mengumumkan bahwa dirinya dan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum telah sepakat memperpanjang masa negosiasi selama 90 hari. Dalam periode tersebut, kedua negara diharapkan dapat menyusun perjanjian dagang baru.

“Meksiko akan terus membayar tarif fentanil sebesar 25 persen, serta tarif 25 persen untuk mobil, dan tarif 50 persen untuk baja, aluminium, dan tembaga. Selain itu, Meksiko telah menyetujui penghapusan segera berbagai hambatan perdagangan non-tarifnya,” tulis Trump melalui akun media sosial pribadinya.

Meski pernyataan itu dimaksudkan sebagai langkah negosiasi, pelaku pasar menilai perpanjangan pembicaraan justru meningkatkan ketidakpastian. Hal ini berdampak langsung terhadap pergerakan harga minyak mentah di pasar berjangka.

“Secara keseluruhan, kebijakan tarif seperti ini menekan permintaan minyak di masa depan. Kondisi yang terjadi dengan Meksiko membuat penyelesaian masalah makin tertunda,” ujar John Kilduff, analis dari Again Capital, dikutip dari Reuters.

Di tengah tekanan eksternal, data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) turut memperburuk sentimen pasar. Produksi minyak mentah harian AS dilaporkan naik menjadi 13,49 juta barel. Sementara itu, persediaan minyak mentah nasional melonjak 7,7 juta barel, mencapai total 426,7 juta barel. Kenaikan suplai ini memperbesar kekhawatiran akan potensi kelebihan pasokan di tengah lemahnya permintaan global.

Dengan kombinasi faktor-faktor geopolitik dan ekonomi seperti ini, pelaku pasar diperkirakan masih akan menghadapi volatilitas tinggi dalam waktu dekat. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional