Trump Kerahkan Kapal Selam Usai Perang Kata dengan Rusia

Trump Kerahkan Kapal Selam Usai Perang Kata dengan Rusia

WASHINGTON – Ketegangan antara Amerika Serikat dan Rusia kembali mencuat ke permukaan, kali ini dipicu oleh perseteruan terbuka antara Presiden AS Donald Trump dan Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev. Akibat perang kata yang semakin tajam di media sosial, Trump memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir ke lokasi yang tidak disebutkan secara spesifik pada Jumat (01/08/2025), sebagai bentuk peringatan tersirat terhadap Moskow.

Melalui akun Truth Social miliknya, Trump mengumumkan keputusan tersebut, meskipun tanpa menjelaskan secara rinci apakah yang dimaksud adalah kapal selam bertenaga nuklir atau yang dilengkapi dengan persenjataan nuklir.

“Kata-kata sangat penting, dan seringkali dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Saya harap ini tidak termasuk dalam contoh tersebut,” tulis Trump dalam unggahannya.

Pengumuman itu langsung memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi ketegangan militer antara dua kekuatan nuklir terbesar dunia. Apalagi, langkah itu diambil setelah serangkaian pernyataan saling sindir antara Trump dan Medvedev yang berlangsung selama beberapa hari di berbagai platform media sosial.

Sebelumnya, Medvedev melalui Telegram melontarkan komentar pedas terkait sanksi yang digagas Trump terhadap Rusia. Ia bahkan menyebut istilah “Dead Hand” sebuah sistem peluncuran senjata nuklir otomatis milik Rusia yang dikembangkan saat Perang Dingin sebagai sinyal bahwa Moskow siap membalas jika keamanan nasionalnya terancam.

Pernyataan itu dipicu oleh kecaman Trump terhadap apa yang disebutnya sebagai “ekonomi mati” Rusia dan India, serta kritiknya terhadap invasi berkelanjutan Rusia ke Ukraina. Trump juga menyebut Medvedev sebagai “mantan presiden gagal yang masih merasa berkuasa,” merujuk pada masa jabatan Medvedev antara 2008–2012.

Trump kemudian memperingatkan, “Dia memasuki wilayah yang sangat berbahaya.”

Ketegangan ini terjadi beriringan dengan desakan Trump kepada Moskow agar menghentikan operasi militer di Ukraina. Ia memberikan tenggat waktu hingga akhir pekan depan bagi Rusia untuk menunjukkan niat damai, jika tidak ingin menghadapi sanksi tambahan dari Washington.

Namun, situasi di medan perang justru menunjukkan intensitas yang meningkat. Laporan AFP mengungkap bahwa selama Juli lalu, militer Rusia meluncurkan serangan drone ke Ukraina dalam jumlah terbanyak sejak invasi dimulai. Di sisi lain, Presiden Vladimir Putin menegaskan kembali bahwa syarat perdamaian tidak berubah: Ukraina harus menarik ambisinya untuk bergabung dengan NATO dan menyerahkan wilayah yang disengketakan.

Pengerahan kapal selam oleh AS menjadi sinyal kuat bahwa ketegangan antara Washington dan Moskow tak hanya berada di level retorika, melainkan juga mulai menyentuh wilayah strategis militer global. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik yang semula terbatas pada kawasan Eropa Timur, kini berpotensi menyeret keterlibatan langsung kekuatan besar dunia. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional