PARLEMENTARIA – Minimnya pemahaman anak dan remaja terkait kesehatan reproduksi mendapat sorotan serius dari Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Damayanti. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kaltim, Selasa (22/7/2025), ia menegaskan bahwa generasi muda harus dibekali edukasi reproduksi sejak dini untuk mencegah berbagai persoalan sosial di masa depan.
“Berbicara mengenai anak adalah aset dan investasi untuk masa depan bangsa nantinya, seperti apa anak-anak kita saat ini, itu akan menentukan seperti apa wajah bangsa ini ke depannya,” ujarnya tegas.
Damayanti menilai, rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan reproduksi menjadi salah satu penyebab tingginya pernikahan usia dini di sejumlah daerah. Menurutnya, kondisi ini berpotensi memicu persoalan serius seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), stunting, hingga ketidaksiapan pasangan muda dalam mengasuh anak. “Banyak masalah muncul karena anak-anak tidak diberi bekal pemahaman memadai mengenai fungsi dan tanggung jawab reproduksi sejak usia sekolah,” tambahnya.
Damayanti mendorong agar KPAD tidak bekerja sendiri dalam menangani persoalan anak. Ia menekankan perlunya sinergi dengan Dinas Pendidikan untuk merancang dan melaksanakan program edukatif yang menyasar pelajar usia sekolah. Menurutnya, upaya ini akan lebih efektif jika dilakukan secara terstruktur melalui kurikulum maupun kegiatan ekstrakurikuler yang konsisten. “Persoalan ini harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya tanggung jawab satu lembaga,” kata Damayanti.
Meski mengapresiasi keberadaan KPAD, Damayanti tak menutup mata terhadap kelemahan lembaga tersebut. Ia mengkritik kinerja KPAD yang dinilainya belum optimal, meskipun anggaran yang tersedia mencapai sekitar setengah miliar rupiah per tahun. Menurutnya, respons KPAD terhadap persoalan anak masih kalah dibandingkan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim yang dipimpin Rina Zainum. “KPAD ini antara ada dan tidak. Karena kasus-kasus yang berkaitan dengan anak, TRC yang dinakhodai oleh Ibu Rina Zainum selalu di depan,” ujarnya.
Damayanti menegaskan bahwa besarnya anggaran tidak akan berdampak signifikan jika tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan strategi kerja yang jelas. Ia menilai KPAD seharusnya berada di garda terdepan dalam perlindungan anak, bukan sekadar menjalankan fungsi administratif.
Menurut Damayanti, langkah yang dibutuhkan KPAD adalah memperkuat sistem kerja dan meningkatkan kecepatan respons terhadap setiap laporan atau kasus yang melibatkan anak. Edukasi reproduksi juga harus dijadikan agenda prioritas agar generasi muda memiliki pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi, hak, dan tanggung jawab mereka. “Anggaran besar tanpa strategi konkret tidak akan menghasilkan perubahan,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Damayanti berharap KPAD segera melakukan evaluasi internal dan berbenah dalam hal responsivitas, koordinasi lintas sektor, serta penguatan program edukasi. Menurutnya, hanya dengan langkah nyata dan komitmen bersama, permasalahan anak di Kaltim dapat diminimalisasi. “Semoga ke depannya bisa lebih responsif,” pungkasnya.
Sorotan ini menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa perlindungan anak bukan hanya tugas satu lembaga, melainkan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Edukasi reproduksi yang memadai diyakini dapat menjadi salah satu kunci mencegah masalah sosial di masa depan dan memastikan generasi muda tumbuh sehat, berdaya, serta siap menghadapi tantangan zaman. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna