WASHINGTON – Amerika Serikat kembali menegaskan peran strategisnya sebagai aktor penting dalam diplomasi global dengan memfasilitasi pertemuan penting antara dua negara yang telah lama berseteru, Armenia dan Azerbaijan. Pertemuan tingkat tinggi ini dijadwalkan berlangsung pada 7–8 Agustus 2025 di Washington, DC, dan diharapkan menjadi titik balik dalam proses perdamaian yang telah lama terhambat.
Informasi ini diumumkan oleh kantor pers pemerintah Armenia, Rabu (06/08/2025). Dalam keterangan resminya, pemerintah Armenia menyatakan bahwa Perdana Menteri Nikol Pashinyan akan melakukan kunjungan resmi ke Amerika Serikat untuk menghadiri pertemuan trilateral bersama Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Presiden AS Donald Trump.
“Pada 7–8 Agustus 2025, Perdana Menteri Republik Armenia, Nikol Pashinyan, akan mengunjungi AS,” tulis pernyataan resmi pemerintah Armenia.
Tidak hanya menghadiri forum trilateral, Pashinyan juga dijadwalkan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Trump, sebagai bagian dari upaya memperkuat hubungan strategis antara Armenia dan Amerika Serikat.
Pertemuan ini menjadi sangat penting mengingat sejarah panjang konflik antara Armenia dan Azerbaijan, terutama terkait wilayah Nagorno-Karabakh, kawasan pegunungan yang selama puluhan tahun menjadi pusat perebutan dan kekerasan bersenjata. Kedua negara telah terlibat dalam dua perang besar dan berbagai bentrokan sporadis sejak pecahnya Uni Soviet.
Pada 2023, Azerbaijan melancarkan serangan militer cepat yang berhasil merebut kembali wilayah tersebut dari kendali pasukan etnis Armenia. Dampaknya, lebih dari 100.000 warga Armenia terpaksa meninggalkan Nagorno-Karabakh dalam gelombang eksodus yang memicu krisis kemanusiaan regional.
Meskipun pada Maret 2025 lalu kedua negara sempat menyepakati rancangan awal perjanjian damai, perkembangan selanjutnya justru menunjukkan hambatan baru. Azerbaijan mengajukan sejumlah tuntutan tambahan, termasuk amandemen konstitusi Armenia yang dianggap masih mengandung klaim teritorial atas Karabakh.
Diplomasi yang digagas Washington kali ini dinilai sebagai peluang langka untuk merumuskan kesepakatan yang lebih permanen. Amerika Serikat memiliki kepentingan strategis di kawasan Kaukasus Selatan, yang menjadi titik pertemuan pengaruh Rusia, Iran, dan Barat. Dengan menjadi tuan rumah perundingan, AS tidak hanya ingin menciptakan stabilitas regional, tetapi juga menunjukkan pengaruhnya dalam urusan global yang kompleks.
Sebelumnya, Pashinyan dan Aliyev sempat melakukan perundingan di Uni Emirat Arab pada awal Juli 2025, namun tidak membuahkan hasil konkret. Oleh karena itu, pertemuan di Washington kini menjadi sorotan utama berbagai pihak.
Harapan masyarakat internasional tertuju pada pertemuan ini, meskipun tantangan diplomatiknya sangat besar. Kedua negara harus melewati berbagai hambatan psikologis dan politik, termasuk trauma sejarah serta tekanan dalam negeri, untuk benar-benar membangun perdamaian yang berkelanjutan. []
Diyan Febriana Citra.