JAKARTA — Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membangun kawasan hijau terpadu di wilayah Jakarta Selatan memicu penolakan dari para pedagang Pasar Hewan Barito. Puluhan pedagang menggelar aksi protes pada Jumat (08/08/2025), menyuarakan keberatan terhadap relokasi yang dianggap merugikan keberlangsungan usaha mereka.
Pemprov DKI diketahui akan mengintegrasikan tiga taman kota, yakni Taman Langsat, Ayodya, dan Leuser, menjadi satu kawasan hijau yang dinamai Taman Bendera Pusaka. Lokasi pasar hewan yang telah puluhan tahun menjadi tempat mata pencaharian masyarakat ini pun masuk dalam area pengembangan proyek tersebut.
Perwakilan pedagang, Fahmi Akbar, menyampaikan bahwa relokasi tersebut tidak memiliki dasar urgensi yang jelas. Ia menekankan bahwa pedagang Pasar Barito bukan pedagang ilegal, melainkan telah terdaftar resmi di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (PPKUKM) Jakarta Selatan.
“Ini bentuk penolakan pedagang yang sudah puluhan tahun di sini, yang menjadi ikon Jakarta dan mereka pedagang resmi yang terdaftar di Dinas PPKUKM Jakarta Selatan. Oleh karena itu, sebagai amanat konstitusi, pemerintah wajib melindungi pekerja UMKM,” ujar Fahmi.
Fahmi juga menambahkan bahwa keberadaan pasar tersebut tidak hanya bersifat komersial, tetapi juga menjadi bagian dari memori kolektif warga Jakarta. “Kami tidak melihat urgensi pembangunan itu sendiri. Teman-teman pedagang tetap ingin bertahan di Pasar Barito,” ucapnya.
Dalam aksinya, para pedagang membawa spanduk dan meneriakkan yel-yel seperti “Tolak Relokasi!” sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah daerah. Mereka juga menuntut kejelasan terkait lokasi pengganti yang dijanjikan.
Menanggapi penolakan tersebut, Staf Khusus Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Chico Hakim, menegaskan bahwa pemerintah daerah telah menyiapkan rencana jangka panjang berupa pembangunan pasar fauna tematik yang lebih layak dan modern. Ia menjamin, para pedagang tidak akan kehilangan tempat usaha.
“Kami pastikan, Pemprov DKI Jakarta sedang menyiapkan lahan yang permanen dan sangat memadai sebagai pasar fauna tematik bagi saudara-saudara kita para pedagang,” tutur Chico. Ia juga menyebutkan bahwa sembari menunggu lokasi permanen selesai disiapkan, pedagang dapat berjualan sementara di beberapa pasar milik Perumda Pasar Jaya secara gratis. Bahkan biaya pemindahan ditanggung penuh oleh pemerintah.
Namun, bagi para pedagang, ketidakpastian dan kekhawatiran kehilangan pelanggan tetap menjadi alasan kuat untuk menolak pindah. Mereka menuntut pemerintah membuka ruang dialog yang lebih inklusif serta mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang bisa terjadi bila relokasi tetap dilanjutkan tanpa solusi konkret.
Situasi ini memperlihatkan ketegangan antara pembangunan ruang publik dan perlindungan terhadap pelaku usaha mikro. Pemerintah dituntut untuk menyeimbangkan dua kepentingan tersebut agar kebijakan yang diambil tidak meninggalkan jejak ketidakadilan sosial di ibu kota. []
Diyan Febriana Citra.