PARLEMENTARIA – Ketegangan sengketa lahan antara Kelompok Tani Mekar Indah dan PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) di Desa Separi, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, kembali mencuat ke permukaan. Menyikapi aduan resmi dari warga, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) melakukan kunjungan lapangan pada Rabu (23/7/2025) untuk melihat secara langsung kondisi di lokasi dan mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak.
Rombongan Komisi I dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandy, bersama Anggota Komisi I, Baharuddin Demmu, serta didampingi staf sekretariat dan tenaga ahli DPRD. Lawatan ini tidak hanya fokus pada pengamatan fisik di lapangan, tetapi juga pada dialog langsung dengan manajemen PT MSJ.
Dalam pertemuan itu, Kepala Teknik Tambang PT MSJ, Aziz, memaparkan bahwa lahan yang menjadi objek sengketa telah berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) sesuai penetapan pemerintah pusat. Status ini, menurutnya, membatasi kewenangan perusahaan untuk melakukan pembebasan lahan. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya tetap membuka peluang pemberian kompensasi terhadap tanaman warga yang terdampak aktivitas tambang.
“Kami tidak bisa bayar kompensasi tanpa kejelasan siapa yang menguasai lahan dan di mana objeknya secara sah,” ujar Aziz. Ia juga menyinggung adanya tumpang tindih klaim antara kelompok tani dan pihak lain yang menggarap kawasan tersebut.
Perusahaan berjanji akan menyerahkan dokumen perizinan beserta peta teknis kepada DPRD untuk membantu proses verifikasi. Data ini diharapkan menjadi acuan dalam menentukan batas konsesi tambang dan status penguasaan lahan.
Agus Suwandy menilai penyelesaian sengketa tidak dapat mengandalkan satu aspek saja. “Validasi dokumen dan koordinat sangat penting. Jangan sampai ada keputusan yang tidak objektif. Kita perlu petakan semua fakta di lapangan,” tegasnya. Ia menambahkan, kebijakan terkait lahan harus mempertimbangkan aspek administratif, ekologis, dan sosial, sehingga masyarakat memiliki peran dalam proses pengambilan keputusan.
Baharuddin Demmu menekankan pentingnya mendengar langsung keterangan dari pihak kelompok tani. Ia mengingatkan bahwa riwayat pengelolaan lahan menjadi faktor penting untuk mengetahui legitimasi klaim. “Kami perlu dengar versi masyarakat. Apakah mereka sudah lama kelola lahan, apakah benar ada pelanggaran ruang kelola rakyat di kawasan KBK,” ujarnya.
Ia memastikan Komisi I tidak akan mengeluarkan rekomendasi sebelum seluruh data teknis, legal, dan sosial diperoleh secara lengkap. “Kita tidak bisa bicara keadilan tanpa data yang lengkap. Peta, dokumen, dan riwayat penguasaan harus jadi dasar,” tambahnya.
Langkah Komisi I DPRD Kaltim ini dipandang sebagai wujud pengawasan aktif terhadap tata kelola lahan di sektor tambang. Dewan menegaskan, keberlanjutan industri harus berjalan seiring dengan perlindungan hak masyarakat, kelestarian lingkungan, serta kepatuhan terhadap rencana tata ruang dan wilayah. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna