SYDNEY – Australia berada di ambang mengambil langkah diplomatik signifikan dengan mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Keputusan ini, yang disebut-sebut akan dibahas dalam rapat kabinet pada Senin (11/08/2025), berpotensi menjadi titik balik dalam kebijakan luar negeri Kanguru, yang selama ini dikenal memiliki hubungan erat dengan Israel.
Menurut laporan yang mengutip sumber di pemerintahan, pengakuan ini mengikuti jejak sejumlah negara seperti Prancis, Inggris, Kanada, dan Portugal yang sebelumnya telah mengumumkan langkah serupa. Tekanan moral dan politik terhadap Australia semakin kuat seiring meningkatnya serangan militer Israel di Jalur Gaza yang menimbulkan krisis kemanusiaan mendalam.
Pemerintah Partai Buruh di bawah pimpinan Perdana Menteri Anthony Albanese diperkirakan akan segera mempublikasikan keputusan tersebut. Bahkan, pengumuman resmi bisa terjadi secepat hari ini atau dalam beberapa hari ke depan.
Hubungan diplomatik Australia–Israel yang sebelumnya harmonis mulai merenggang sejak pecahnya perang terbaru di Gaza. Memburuknya situasi kemanusiaan, termasuk meningkatnya jumlah korban sipil, menjadi pemicu utama pergeseran sikap Canberra.
Kabar mengenai perubahan posisi Australia ini telah beredar sejak pekan lalu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menanggapi isu tersebut dengan nada keras, menyebut rencana pengakuan Palestina oleh Australia sebagai langkah yang memalukan.
Namun, Albanese menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Australia akan diambil secara independen, tanpa campur tangan pihak luar. “Keputusan ini tidak akan dipengaruhi oleh siapa pun, termasuk tekanan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump,” ujarnya. Ia menekankan bahwa Australia adalah negara berdaulat yang berhak menentukan sikap berdasarkan kepentingan nasional dan nilai kemanusiaan.
Selain itu, Albanese bersama Perdana Menteri Selandia Baru Christopher Luxon mendesak Israel untuk membatalkan rencana pencaplokan Kota Gaza. Wilayah tersebut oleh militer Israel disebut sebagai benteng terakhir kekuatan Hamas. Keduanya memperingatkan bahwa pencaplokan secara sepihak berisiko melanggar hukum internasional dan memperburuk ketegangan di kawasan.
Langkah Australia ini, jika terealisasi, bukan sekadar pengakuan simbolis, tetapi juga sinyal politik bahwa gelombang dukungan internasional terhadap Palestina semakin menguat. Pengakuan tersebut dapat mempengaruhi dinamika diplomasi global, terutama di tengah perdebatan panjang mengenai solusi dua negara sebagai jalan damai konflik Israel–Palestina.
Meskipun pengakuan negara tidak serta-merta menghentikan konflik, pengamat menilai bahwa posisi tegas Australia dapat memberi tekanan tambahan kepada Israel untuk meninjau kembali kebijakan militernya di Gaza. Di sisi lain, hal ini juga berpotensi memicu ketegangan diplomatik antara Canberra dan Tel Aviv dalam jangka panjang. []
Diyan Febriana Citra.