Eks Wakil Dirut Sritex Ditahan Terkait Dugaan Korupsi Kredit

Eks Wakil Dirut Sritex Ditahan Terkait Dugaan Korupsi Kredit

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menahan mantan Wakil Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) periode 2012–2023, Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), usai ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi fasilitas kredit kepada perusahaan tekstil raksasa tersebut.

Penahanan dilakukan selama 20 hari di Rutan Salemba, Jakarta Selatan, terhitung mulai Rabu (13/08/2025). “Untuk kepentingan penyidikan, tersangka IKL dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini, yaitu tanggal 13 Agustus 2025 di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, di Gedung Bundar Kejagung.

Kasus yang menjerat IKL merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi dalam pemberian kredit oleh sejumlah bank daerah kepada PT Sritex. Bank yang terlibat antara lain PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), PT Bank DKI, dan PT BPD Jawa Tengah (Bank Jateng).

Nurcahyo menjelaskan, penetapan tersangka terhadap IKL didasarkan pada hasil pemeriksaan mendalam dan pengumpulan alat bukti. Tim penyidik telah memeriksa 277 saksi, empat ahli, serta mengamankan sejumlah dokumen dan surat pendukung yang relevan dengan perkara.

Berdasarkan temuan penyidik, IKL diduga memiliki peran penting dalam memuluskan pengajuan dan pencairan kredit kepada PT Sritex. Pada 2019, ia menandatangani surat permohonan kredit modal kerja dan investasi kepada Bank Jateng. Surat tersebut disebut sudah dikondisikan agar keputusan pemberian kredit dapat diambil oleh Direktur Utama Bank Jateng.

Selanjutnya, pada 2020, IKL menandatangani akta perjanjian kredit dengan Bank Jabar dan Banten. Namun, menurut penyidik, peruntukan fasilitas tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam akta perjanjian.

Tidak berhenti di situ, di tahun yang sama IKL juga menandatangani sejumlah surat permohonan pencairan atau penarikan kredit kepada Bank Jabar dan Banten. Dokumen pencairan tersebut dilengkapi dengan invoice atau faktur yang diduga fiktif.

Atas perbuatannya, IKL dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Pasal yang disangkakan kepada tersangka IKL, yaitu Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001…,” jelas Nurcahyo.

Hingga kini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI masih menghitung total kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Nilainya diperkirakan mencapai Rp 1 triliun. Kejagung menegaskan penyidikan akan terus berlanjut guna memastikan seluruh pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban hukum. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional