DEN HAAG – Dinamika politik Belanda kembali mengalami guncangan setelah Menteri Luar Negeri Caspar Veldkamp resmi menyatakan pengunduran dirinya pada Jumat (22/08/2025). Keputusan itu diambil setelah usahanya untuk mendorong penerapan sanksi terhadap Israel berulang kali kandas dalam pembahasan kabinet.
Veldkamp, yang berasal dari partai kanan-tengah Kontrak Sosial Baru (NSC), tidak hanya meninggalkan posisinya sebagai menteri, tetapi juga membawa partainya keluar dari koalisi pemerintahan. Langkah tersebut semakin memperburuk stabilitas politik di Den Haag, terutama menjelang pemilu legislatif yang dijadwalkan berlangsung 29 Oktober 2025.
Dalam pernyataannya, Veldkamp mengaku kecewa lantaran ruang geraknya semakin terbatas. “Saya merasa terkekang dalam menentukan arah yang saya anggap perlu,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa proposal mengenai sanksi Israel sudah berulang kali dibahas, tetapi selalu berakhir tanpa kesepakatan.
Sikap keras Veldkamp terhadap Israel bukan hal baru. Sebelumnya, ia sudah lantang mengkritik kebijakan militer Israel di Gaza. Bahkan, pemerintah Belanda di bawah rekomendasinya sempat melarang masuk dua menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich. Keduanya dinyatakan persona non grata karena dituding menghasut kekerasan pemukim, mendorong perluasan permukiman ilegal, hingga menyerukan pembersihan etnis di Gaza.
Dalam surat pengunduran dirinya, Veldkamp menegaskan posisi Belanda yang seharusnya konsisten mendukung hukum internasional. Ia menilai langkah tegas terhadap Israel penting untuk menunjukkan keberpihakan pada prinsip keadilan dan kemanusiaan. Apalagi, Belanda termasuk di antara 21 negara yang sebelumnya menandatangani deklarasi bersama mengecam proyek permukiman Israel di Tepi Barat.
Perdana Menteri Dick Schoof mengaku menyesalkan keputusan Veldkamp. Menurutnya, keluarnya NSC yang merupakan partai terbesar keempat di parlemen semakin menyulitkan koalisi yang sejak lama rapuh. “Semua orang menyadari bahwa situasi di Gaza memburuk dan dramatis,” ujar Schoof di hadapan parlemen, sembari menekankan pentingnya tetap menjaga stabilitas pemerintahan.
Krisis politik Belanda kali ini bukan yang pertama. Sejak Juni lalu, koalisi sudah diguncang setelah Partai Kebebasan (PVV) pimpinan Gert Wilders menarik dukungan. Kini, dengan keluarnya NSC, pemerintahan Schoof berada dalam posisi yang makin sulit bertahan hingga pemilu mendatang.
Di luar arena politik Belanda, konflik di Gaza terus memakan korban. Data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas mencatat lebih dari 62 ribu warga Palestina telah tewas sejak serangan Israel dimulai, mayoritas adalah warga sipil. Sementara itu, serangan Hamas pada Oktober 2023 lalu menewaskan lebih dari 1.200 orang di Israel.
Pengunduran diri Veldkamp dinilai bukan sekadar peristiwa politik domestik, melainkan juga cermin dilema Eropa dalam menyikapi konflik Gaza. Di satu sisi, ada tekanan publik internasional untuk bersikap tegas terhadap Israel, namun di sisi lain, keputusan politik dalam negeri justru kerap terhambat oleh perbedaan kepentingan antarpartai. []
Diyan Febriana Citra.