WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melempar sinyal keinginan untuk bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Rencana itu ia sampaikan seusai pertemuan resmi dengan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung di Gedung Putih, Senin (25/08/2025).
Keinginan Trump ini muncul di tengah situasi geopolitik Asia Timur yang tengah memanas. Hubungan antar-Korea belum menunjukkan perbaikan berarti, sementara Pyongyang semakin memperkuat posisinya melalui dukungan Rusia dan kehadiran tentaranya di Ukraina.
“Suatu hari nanti saya akan bertemu dengannya. Saya menantikan pertemuan dengannya. Dia sangat baik kepada saya,” ujar Trump, menegaskan kembali kedekatannya dengan Kim.
Pernyataan itu menjadi perhatian karena sebelumnya, Trump sempat menyinggung soal pembersihan di Korea Selatan. Komentarnya dikaitkan dengan penggerebekan sejumlah gereja, meski kemudian ia menyebut hal itu hanya kesalahpahaman setelah berbincang langsung dengan Lee.
Trump mengklaim, sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025, peluncuran roket Korea Utara berkurang signifikan. Ia bahkan mengeklaim telah menyelesaikan tujuh perang dalam beberapa bulan terakhir. Meski demikian, pengamat menilai pernyataan tersebut masih jauh dari verifikasi.
Pertemuan Trump dan Kim di periode pertamanya memang sempat menurunkan ketegangan, tetapi gagal menghasilkan perjanjian permanen mengenai denuklirisasi. Pyongyang tetap teguh mempertahankan program senjata nuklir, bahkan menolak pendekatan diplomatik pemerintahan Joe Biden.
Kini, dengan meningkatnya kerja sama militer Korea Utara dan Rusia, peluang Trump untuk membuka kembali jalur negosiasi dianggap sebagai salah satu cara menjaga relevansi AS di kawasan.
Dalam kesempatan itu, Presiden Lee Jae Myung memberikan sanjungan terbuka. “Saya menantikan pertemuan Anda dengan Kim Jong Un dan pembangunan Menara Trump di Korea Utara serta bermain golf di sana,” ujar Lee.
Lee bahkan menyebut propaganda Korea Utara yang menilai hubungan Trump dengan Kim lebih baik dibandingkan dengan pemimpin AS sebelumnya. “Kim akan menunggumu,” ucapnya.
Pernyataan tersebut sekaligus memberi warna humor dalam pertemuan serius yang sarat kepentingan strategis.
Di luar isu Korea Utara, Trump juga menyinggung keberadaan 28.500 tentara AS di Korea Selatan. Ia menekan Seoul agar menanggung biaya lebih besar serta membuka peluang bagi AS untuk memiliki lahan pangkalan militer, bukan sekadar menyewanya.
“Kami menghabiskan banyak uang untuk membangun benteng, dan ada kontribusi dari Korea Selatan, tetapi saya ingin melihat apakah kami bisa membatalkan sewa dan mendapatkan kepemilikan tanah,” tegas Trump.
Selain itu, Trump menyinggung isu sensitif wanita penghibur era pendudukan Jepang. Menurutnya, langkah Presiden Lee yang lebih dulu berkunjung ke Tokyo sebelum ke Washington adalah simbol penting bagi hubungan trilateral AS-Korsel-Jepang.
Meskipun Jepang telah menyetujui pemberian kompensasi, kritik masih datang dari para penyintas yang meragukan ketulusan pemerintah Jepang.
Pertemuan Trump-Kim, jika terwujud, akan menjadi momen penting bagi stabilitas kawasan Asia Timur. Namun, tantangan besar masih menghadang sikap tegas Pyongyang terhadap nuklir, dinamika politik domestik Korea Selatan pasca-pemakzulan Yoon Suk Yeol, serta kepentingan strategis AS di tengah persaingan global dengan Rusia dan Tiongkok.
Sejauh ini, Trump belum mengungkap waktu maupun lokasi yang pasti, tetapi wacana itu menegaskan kembali pola kebijakan luar negerinya yang kerap mengandalkan diplomasi personal dengan pemimpin dunia kontroversial. []
Diyan Febriana Citra.