GAZA – Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza kembali menjadi perhatian dunia internasional setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar pertemuan khusus pada Rabu (27/08/2025). Dari 15 anggota, sebanyak 14 negara menyepakati sebuah deklarasi yang berisi seruan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen. Namun, Amerika Serikat menolak untuk bergabung dalam kesepakatan tersebut.
Dalam pembahasan itu, mayoritas anggota menyoroti kondisi warga sipil Gaza yang kian memburuk. Risiko kelaparan, terutama di kalangan anak-anak, disebut semakin mengkhawatirkan. Mereka menilai konflik yang berkepanjangan telah membawa dampak kemanusiaan yang tidak dapat ditoleransi lagi.
Deklarasi Dewan Keamanan ini menjadi sinyal bahwa komunitas internasional semakin bulat mengecam genosida, pemusnahan etnis, serta praktik penggunaan kelaparan sebagai senjata perang.
“Gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen, bebaskan semua sandera yang masih berada di Gaza, dan tingkatkan bantuan kemanusiaan,” demikian isi pernyataannya.
Selain menyerukan penghentian serangan, deklarasi tersebut juga menuntut agar pemerintah Israel, khususnya di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dimintai pertanggungjawaban. Para anggota menilai kejahatan perang, genosida, dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap warga Gaza harus diproses di ranah hukum internasional.
Kecaman terhadap penggunaan kelaparan sebagai strategi militer menjadi sorotan penting. Sebanyak 14 anggota Dewan Keamanan menegaskan praktik itu jelas melanggar hukum humaniter internasional. Tekanan internasional pun semakin kuat, menuntut adanya langkah konkret untuk menghentikan perang yang terus merenggut nyawa ribuan warga sipil.
Di sisi lain, Amerika Serikat mengambil posisi berbeda. Washington menolak menandatangani deklarasi bersama tersebut. Meski demikian, AS tetap menyerukan agar Israel segera mencabut pembatasan terhadap masuknya bantuan kemanusiaan dan membatalkan rencana perluasan operasi militer di Gaza. Posisi ini menegaskan bahwa AS masih mempertahankan pendekatan yang berbeda dari mayoritas anggota Dewan Keamanan, sekaligus memperlihatkan keterasingannya dalam forum internasional tersebut.
Pertemuan Dewan Keamanan kali ini memperlihatkan semakin luasnya konsensus global terkait pentingnya penghentian perang di Gaza. Namun, tanpa dukungan AS yang memiliki hak veto, langkah-langkah yang diusulkan masih menghadapi hambatan besar. Meski demikian, tekanan diplomatik dari 14 negara anggota lainnya menandakan bahwa tuntutan terhadap perdamaian dan perlindungan warga sipil tidak bisa lagi diabaikan. []
Diyan Febriana Citra.